Kisah pahlawan tanpa tanda jasa bernama Roid Umami, Lc ini patut menjadi teladan. Demi mencerdaskan kehidupan bangsa, Ustadz Roid, biasa ia dipanggil, pengampu bahasa arab MBS ini rela hampir empat tahun pulang pergi tempuh puluhan kilo meter lintas provinsi demi berbagi ilmu dengan santri.

Setiap hari ustadz Roid harus menempuh perjalanan puluhan kilometer menembus dinginnya pagi untuk sampai ke MBS yang letaknya di dusun Marangan, Bokoharjo, Prambanan, Sleman. Jika hujan turun, maka perjuangannya bertambah berat lagi.

Setiap pagi selesai subuh, beliau sudah mempersiapkan diri dengan sepeda motornya yang setia menemani untuk mengantarkannya ke pondok pesantren pioneer kebanggaan warga Muhammadiyah. Hujan petir tidak menghalanginya untuk pergi mengajar. Menyusuri sepanjang jalan Solo-Jogja yang berjarak 43 km dengan kecepatan 80 km/jam sudah menjadi rutinitas hariannya. Itu artinya 86 km per hari jarak yang harus ia tempuh untuk bisa bersua dengan para santrinya.

Pengampu mapel bahasa arab ini menjadi guru di MBS sejak tahun 2018 yang lalu. Sudah empat tahun, lulusan Bahasa dan Sastra Arab Al Azhar Kairo tersebut menikmati perjalanan puluhan kilo meter untuk tetap bisa mengajar. Berbagai pengalaman ia dapatkan mulai dari ban bocor sehingga harus menuntun sepeda motornya cukup jauh. Pengalaman paling membekas di hatinya adalah ketika pulang dalam keadaan larut dalam kondisi hujan lebat dan listrik mati.

“Terkadang saya harus nginep di pondok kalau situsasi tidak memungkinkan untuk pulang, tambah ayah dari Reiva Syazia Nisnina. Meskipun jauh dan terkadang berat, ustadz yang pernah belajar khot dengan syeikh Belaid Hamidi, khattath arab muslim pertama yang mendapatkan tiga ijazah pada lima cabang utama seni kaligrafi ini mencoba menikmatinya. Ia mengaku sangat mencintai anak didiknya dan ingin melihat mereka berhasil suatu hari nanti. “Sampai di sekolah sebenarnya lelah. Kalau sudah liat santri, lelah saya hilang. Sampai rumah jam 17.00 WIB. Dinikmati saja, katanya sembari tersenyum.

Pernah suatu hari karena musim hujan, ustadz Roid hampir tidak dapat mengajar karena kondisi jalan yang tidak bersahabat. Tetapi karena keinginannya yang sangat kuat untuk mengajar, demi memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada santrinya, ia rela menerjang hujan deras dengan menggunakan jas hujan.

Sepatu serta buku ia masukkan dalam plastik kresek agar tidak terkena air hujan. Kemudian ia masukkan lagi ke dalam plastik yang lebih tebal agar air hujan tidak membasahi buku dan sepatu yang akan ia pakai untuk mengajar. Kemudian ia berangkat mengendarai motor dengan doa dan harapan agar hujan segera berhenti. Inilah yang disebut dengan perjuangan.

Karena dedikasi, kedisiplinan, serta kapabilitas yang dimilikinya, alumnus pondok pesantren Gontor ini mendapatkan amanah untuk menggawangi kurikulum syar’i. Beserta rekan-rekannya, ustadz Roid berjibaku membuat rumusan serta beberapa buku pegangan atau muqarrar santri.

Yang terbaru, pria asli Ponorogo ini mendapatkan kepercayaan untuk menjadi kordinator dauroh timur tengah. Dimana dauroh timteng ini menjadi tumpuan para santri MBS yang akan melanjutkan jenjang studinya ke timteng.

Sebuah kisah yang menginspirasi untuk lebih banyak berbuat kebaikan dengan memberikan manfaat bagi orang lain. Karena sebuah kebaikan tak akan pernah sia-sia. Semoga ustadz Roid selalu diberikan rahmat dan keberkahan dalam hidupnya dan selalu menyebarkan virus kebaikan kepada orang banyak. Amin.(ElMoedarries)