Perjuangan Mahfudz Ridwan di ajang Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) Nasional ke-6 sudah berakhir. Masuk nominasi sebagai finalis marhalah wustho cabang baca kitab “Tarikh Nurul Yaqin Fi Shirah Sayyid Al Mursalin”, Mahfudz Ridwan bersaing dengan 5 kompetitor lainnya dan harus puas berada di peringkat ke-4, sehingga berhak menjadi juara harapan II. Ajang MQK Nasional ini menjadi pelajaran berharga bagi Mahfudz Ridwan, sekaligus pengalaman untuk dijadikan sebagai ‘kawah candradimuka’ bagi santri kelahiran klaten yang sekarang masih duduk di kelas XI IPA ini. Perjalanan santri yang akrab disapa akhi Mahfudz hingga sampai babak final tingkat nasional dan mewakili DIY di ajang ini bukan merupakan sebuah kebetulan dan keberuntungan, walaupun memang di awal tidak ada target. ‘Alhamdulillah, saya bersyukur dengan hasil ini. Di awal saya tidak menduga bisa masuk nominasi sebagai finalis, karena saya tahu ini ajang nasional yang pesertanya santri dari seluruh ponpes di Indonesia yang mungkin ngaji kitab kuningnya lebih banyak intensitasnya dibandingkan saya. Jadi juara harapan II bagi saya sebuah kebanggan tersendiri, sekaligus sebagai bentuk dedikasi saya sebagai santri MBS yang serius menekuni dunia kitab kuning atau orang jawa sering menyebutnya dengan istilah moco kitab gundul’, lanjutnya. Raihan ini juga saya persembahkan buat seluruh santri MBS agar selalu serius untuk menekuni tiap disiplin ilmu, wabilkhusus ilmu alat yang digunakan untuk membaca, mengartikan serta memahami kitab-kitab klasik yang menjadi rujukan umat islam dalam beribadah dan bermuamalah’, terangnya.

Ditemui di sela-sela penutupan MQK, Ustadz Faqihuddin, Lc selaku pendamping kafilah MBS mengatakan, ‘hasil yang diraih Mahfudz Ridwan tidak terlalu mengecewakan, masuk nominasi dengan 6 finalis lainnya sudah lebih dari cukup. Apalagi ajang MQK ini tingkat Nasional yang diikuti oleh puluhan santri di tiap cabang dan marhalahnya. Namun demikian, tentu saja kita tidak boleh cepat puas dengan raihan ini. Masih banyak koreksi dan evaluasi yang harus dilakukan untuk peningkatan kualitas di cabang baca kitab ini’ imbuhnya. Lewat event 2 tahunan ini pula sebagai ajang pembuktian bagi masyarakat pada umumnya yang selama ini selalu beranggapan bahwasannya tradisi baca kitab kuning ini hanya jadi milik pondok pesantren salaf atau tradisional saja, akan tetapi dengan raihan ini paling tidak sudah menjadi jawaban secara tidak langsung, pondok pesantren modern pun sekarang sudah mampu mencetak kader dan generasi yang tidak hanya mampu menguasai kitab saja, akan tetapi bisa memadukan antara penguasaan kitab dan sains modern yang menjadi tuntutan zaman now.

1 reply

Comments are closed.