Pria dengan balutan pakaian dinas militer itu tampak gagah. Badannya tinggi dan kekar. Gayanya santai sembari menggandeng tangan ibunya. Pandangannya tajam, penuh optimisme. Sebuah foto yang mengundang kagum.

Dia adalah Faisal Ihkam Zaki. Alumni Ponpes Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta Angkatan ke-7. Saat ini dirinya telah menyelesaikan pendidikan Bintara di Rindam II Sriwijaya.

Putra asli Tulang Bawang Barat, kelahiran Metro, 31 januari 2001 itu menjadi satu dari 408 siswa Bintara TNI. Selama pendidikan, ia ditempa dan dididik menjadi prajurit TNI yang berani dan tangguh.

Kini, Faisal Ihkam Zaki, putra pertama pasangan Bapak Slamet, S. Pd dan Ibu Ayunda Wulansari telah berhasil menggapai citanya dengan sukses menjadi Prajurit TNI berpangkat Sersan Dua (Serda) di Batalyon Infanteri 144 Jaya Yudha, Sumatera Selatan.

Dengan menyandang jabatan Danru Radio Tonkom Yonif 144 Jaya Yudha, dirinya mendapat kepercayaan untuk mengemban misi mulia dengan bertugas di daerah konflik Pegunungan Bintang, basis OPM terbesar di Papua.

Faisal mengakui menjadi seorang pasukan yang ditugaskan di daerah konflik menjadi kebanggan tersendiri baginya. Pria yang tergabung di corp Perhubungan/Elektronika dan Cyber tersebut baru dapat mengaplikasikan kemampuannya saat bertugas di daerah konflik.

Keberhasilan santri itu menjadi abdi negara tidak terlepas dari jasa dan gemblengan di MBS. Faisal dan santri lainnya sudah dididik dengan kedisiplinan tinggi sejak mondok.

“Selama mondok, kami selalu dididik dengan disiplin. Tidak hanya disiplin waktu, tapi juga disiplin ilmu atau akademik serta yang paling penting katanya disiplin ibadah,” ungkap Faisal.

Dari didikan itu, mantan qismu nadhofah (bagian kebersihan) IPM Putra MBS itu bahkan mengaku tidak terlalu terkendala ketika mengikuti tes masuk TNI. Apalagi, ia juga santri yang aktif dalam berbagai kegiatan olahraga selama di MBS.

Bekal yang dibawa Faisal dari MBS juga sangat berguna ketika pendidikan. Latihan dan didikan yang berat terasa sedikit ringan. Hal itu buah dari didikan disiplin nyantri di MBS.

“Di MBS kan pernah merasa beratnya proses pendidikan. Mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali, semuanya diatur dan serba disiplin. Dari tempaan itu saya merasa proses pendidikan ini agak lebih ringan jika dibandingkan dengan teman-teman yang tidak berasal dari Pondok Pesantren,” kisahnya.

Pendidikan di Ponpes MBS memang meninggalkan bekas bagi prajurit yang punya motto “man jadda wajada” itu. Selama menempuh pendidikan, Ia dibentuk menjadi pribadi yang berilmu, berakhlak, kuat dan disiplin.

Nyaris sama dengan santri lainnya ketika mondok, awalnya Faisal mengaku juga cukup berat. Waktu itu ia merasa terkungkung dalam lingkungan pondok dengan seabreak rutinitas yang tidak bisa ditinggalkan.

“Awal-awalnya memang berat menjadi santri, namun lama kelamaan terasa manfaatnya. Apalagi motivasi-motivasi dari asatidz luar biasa. Dari terpaksa, kemudian terbiasa dan akhirnya bisa,” tutur pria 24 tahun yang sebentar lagi akan melepas masa lajangnya tersebut penuh semangat.

“Terimakasih MBS, tanpa didikan MBS maka saya tidak akan menjadi pribadi yang seperti ini. Semoga Ponpes MBS kian maju dan menjadi harapan untuk pendidikan bagi generasi muda,” ujarnya.

Semasa mondok, Faisal dikenal sebagai santri yang biasa saja. Ia tak terlalu menonjol, namun semua kegiatan dan agenda selalu diikuti. Tapi, ia sosok yang amat senang dengan dunia otomotif. Bongkar pasang mesin motor kerap ia lakukan ketika menghabiskan waktu liburannya di rumah.

Setidaknya, kerja keras dan jalan hidup Faisal mematahkan paradigma banyak orang. Alumni pondok pesantren bisa berkiprah di mana saja, termasuk mengabdi di dunia militer dan di bidang lainnya.(ElMoedarries)

 

Jadi seorang polisi memang menjadi cita-cita banyak orang. Namun, tidak semua lulusan dari SMA sederajat ingin menggantungkan impian mereka menjadi seorang pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat itu.

Berbeda dengan sosok Andi Ananda Herdian Azis, yang memilih mengabdi kepada negara di Kepolisian Republik Indonesia yang bertugas di Polsek Sebatik Barat subsektor Sebatik Tengah di perbatasan Indonesia – Malaysia setelah lulus dari pesantren. Pasalnya, di kalangan masyarakat tidak sedikit yang beranggapan bahwa masa depan santri setelah lulus paling hanya menjadi ustadz, kyai dan pemuka agama.

Tapi, saat ini asumsi itu telah terbantahkan dengan banyaknya alumni pesantren yang menjadi pengusaha, polisi, pejabat eksekutif, legislatif, dan yudikatif serta profesi lainnya, bahkan ada yang menjadi presiden.

Nanda, alumni MBS Angkatan ke-7 tertarik untuk masuk polisi dikarenakan tugas kepolisian yang mulia yaitu melindungi mengayomi dan melayani masyarakat. Selain itu ia juga mendapatkan motivasi dan didukung langsung oleh orang tua dan orang-orang terdekat.

“Sejak kecil saya sudah tertarik untuk masuk polisi, dikarenakan tugas kepolisian yang mulia yaitu melindungi mengayomi dan melayani masyarakat. Juga dukungan dari orang tua dan orang-orang terdekat,” ungkap Nanda.

“Santri biasanya tidak memikirkan kelak akan jadi apa, yang penting bagi santri adalah belajar dan belajar serta ikhlas, menjaga akhlakul karimah dan patuh terhadap asatidz, dengan begitu ia akan mendapatkan ilmu dan juga keberkahan,” ujarnya.

Mengenai hal ini, pria kelahiran Tarakan, 10 Februari 2001 itu mengungkapkan perjalanan seorang alumni pesantren PPM MBS Yogyakarta, tahun 2013, menjadi seorang polisi penjaga perbatasan.

Selama menjalankan tugas, banyak suka dan duka yang dirasakan putra sulung pasangan Bapak Andi Azis dan Ibu Diana. Polisi berpangkat Bripda itu mengaku sempat jenuh dengan tugas yang baru ditekuninya selama satu bulan itu.
Namun, jenuh bisa diusir oleh suasana harmonis dari warga sekitar. “Kayak ada jenuh, tapi di sini ramai enggak kayak pos-pos yang lain. Masyarakat pun di sini kayak keluarga,” ujar mantan bagian sarpras IPM MBS Putra tersebut terharu.

Dibekali senjata laras panjang, Nanda dan beberapa rekannya menjadi salah satu pilar di perbatasan Indonesia. Setiap orang yang masuk ke wilayah Indonesia diperiksa dengan ketat. Tak jarang, Nanda mendapati warga Indonesia maupun Malaysia yang ingin melintas membawa narkoba.

Kisah Nanda menjadi bukti bahwa santri mampu berprestasi di berbagai bidang, termasuk di dunia militer dan dakwah. Menjadi  seorang aparatur negara tak menghalangi Nanda untuk terus menyebarkan nilai-nilai agama dan menjadi contoh bagi generasi muda lainnya.(ElMoedarries)

 

 

Lolos seleksi pasukan pengibar bendera pusaka (paskibraka) merupakan prestasi dan impian yang sangat luar biasa bagi sebagian siswa – siswi tingkat SMA. Rasa senang dan bangga inilah yang dirasakan santri berprestasi SMA MBS.

Bersaing dengan puluhan pelajar dari sekolah lain untuk mendapatkan posisi paskibraka tingkat kabupaten, membuat M. Bakas Dwi Dafitra, santri kelas 10 G yang tahun ini naik kelas 11 tidak henti-hentinya bersyukur. “Saya sangat senang sekali telah terpilih karena mendapat pengalaman serta belajar bagaimana cara bekerja sama dengan baik,” katanya saat ditemui di kantor kesiswaan putra, Sabtu (13/7/2024).

Bakas beserta anggota paskibraka terpilih pada tanggal 2 Juli 2024 berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Sleman Nomor 427/0989 tanggal 28 Juni 2024 sebagai anggota paskibraka kabupaten Sleman tahun 2024.

Waka kesiswaan putra, ustadz Sidik Nugroho, S. Pd menjelaskan, PPM MBS Yogyakarta mengirimkan santri terbaiknya, alhamdulillah Bakas Dwi Dafitra berhasil mewakili Prambanan di Tingkat Kabupaten.

Ia berharap, perwakilan yang lolos ini dapat mengikuti seluruh kegiatan Paskibraka dengan maksimal. “Semoga Bakas bisa mengikuti tahapan demi tahapan, sampai selesai bertugas,” ujar ustadz Sidik.(ElMoedarries)

Dibalik kesuksesan anak-anak yang kerap panen medali dan kejuaraan ada guru hebat di dalamnya. PPM MBS Yogya memiliki guru-guru hebat sesuai dengan kompetensi di bidangnya.
Orangnya supel, murah senyum dan amat penyayang dengan anak didiknya. Ustaz Wahyu Hidayat, S.Pd.
Selain menjadi Ketua Admisi dengan kesibukannya yang luar biasa, ia masih sempat mengajar dan membina anak-anaknya menjadi peraih medali dan sertifikat kejuaraan.
Pada kesempatan kali ini, Ustaz Wahyu mendapat kesempatan menjadi pembicara dari UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Ia menjadi pembicara dalam Webinar nasional. Webinar tersebut mengangkat tema “Mathematics and Religion as the M and R in STREAM Education”. Webinar ini akan diselenggarakan pada Selasa, 28 November 2023 pada pukul 07.00 wib sampai selesai.

Dirinya mengaku senang bisa berbagi ilmu tentang STREAM. “Alhamdulillah senang sekali bisa berbagi dan mewakili MBS Yogya.”
Ustaz Wahyu akan mempresentasikan metode STEM yang sudah dipraktikkan di PPM MBS.

Ustaz Wahyu Hidayat, S.Pd, Pengajar di PPM MBS Yogya

Selamat Ustaz Wahyu, Sukses Selalu. Semoga maslahah dan membawa berkah [Arif Yudistira].

 

 

Menteri BUMN yang sekaligus menjadi Koordinator Presidium Ikatan Alumni Perhimpunan Pelajar Indonesia (IAPPI) Erick Thohir bersama sejumlah tokoh nasional lainnya melantik pengurus harian Ikatan Alumni Perhimpunan Pelajar Indonesia (IAPPI) periode 2023-2027.

Pengurus Harian Ikatan Alumni Perhimpunan Pelajar Indonesia (IAPPI) resmi dikukuhkan pada Kamis, 12 Oktober 2023 di Smesco Convention Hall Jakarta.

Bertindak selaku Koordinator Dewan Presidium IAPPI, Bapak Erick Thohir melantik pengurus harian IAPPI dengan harapan para anggota IAPPI dapat menjadi penggerak masa depan bangsa.

Dalam acara tersebut, Pak Erick meminta kepada Pengurus Harian IAPPI untuk berkontribusi menyiapkan blueprint Indonesia Emas 2045. “Kepada para mahasiswa dan alumni di depan saya, saya menantang mana blueprint Indonesia 2045 dari perspektif kalian? Bukan dari perspektif pemerintah, tapi dari perspektif kalian masa depan Indonesia,” tantang Pak Erick. Ketua PSSI itu berharap pelantikan ini menjadi keseriusan, bukan hanya wacana yang lagi dibicarakan. Ia juga berharap, pengurus IAPPI dapat memberikan cakrawala terkait arah masa depan Indonesia.

Anggota dewan presidium IAPPI lain yang turut hadir dalam pengukuhan koordinator presidium dan pengurus IAPPI yaitu Founder Narasi TV Najwa Syihab, Wali Kota Bogor Bima Arya, Rektor UII Yogyakarta Fathul Wahid, Rektor Brawijaya Malang Widodo, Dekan FT UI Heri Hermansyah, Wakil Direktur Pascasarjana UIKA Bogor Hendri Tanjung, Kepala LPMP Sulut Febry Dien, dan Wakil Rektor ITSI Medan Zulham Effendi.

Sementara itu, Farrel Izham Prayitno, alumni MBS Yogyakarta yang turut hadir dan menjadi bagian dari keluarga besar mewakili alumni PPI Sudan resmi menjadi pengurus pusat Ikatan Alumni PPI Dunia.

“Alhamdulillah, hari ini saya dilantik menjadi anggota Divisi Kerjasama Pemerintah Daerah, dibawah Direktorat Kerjasama Antar Lembaga yang digawangi oleh Bapak Billy Mambrasar, ST.,M.Sc.,MBA dan Bapak Khasan Ashari, MIR. Dikukuhkan oleh Pak Erick Thohir selaku Koordinator Presidium IAPPI. Ini tentu menjadi amanah baru. Amanah menuju kebaikan, menuju kemajuan Indonesia di mata global,” ungkap Farrel kepada tim LPP MBS usai pelantikan.

Dalam menjalankan tugasnya, alumni MBS angkatan ke-6 mengatakan akan mengikuti arahan dari para atasannya. Pasca pelantikan, dirinya mengaku semakin ingin serius dalam belajar mengembangkan dan berjejaring untuk memberi aspirasi-aspirasi terbaik pada isu pembangunan nasional. Sesuai dengan ketertarikan Farrel pada isu-isu kebijakan publik, ujarnya.

“Saat ini diperkirakan ada lebih dari 1 juta alumni pelajar Indonesia dari beragam kampus luar negeri di seluruh dunia. Dengan jumlah alumni sebanyak itu, kami yakin dapat membangun sinergi dan solidaritas untuk berkontribusi bagi bangsa,” ujar pria asli Bantul itu.

Farrel berharap, pelajar Indonesia yang mengemban ilmu di luar negeri, dapat kembali pada waktunya dan solid membantu Indonesia agar bisa semakin mendunia.

“Saya tentu banyak berharap kepada pelajar-pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di luar negeri. Hidup merantau ke negeri orang, tentu tidak mudah. Jadi pasti sudah terbukti mental-mental scholars-nya sangat kuat. Jika kita persatukan, kita solidkan, InsyaAllah akan sangat membantu Indonesia semakin mendunia,” kata mahasiswa International University of Africa, Sudan yang pernah menjabat Ketua IPM MBS Putra periode 2017/2018.(ElMoedarries)

 

MBS mengadakan seminar literasi dan bedah buku, kamis (24/08) di Gedung Terpadu lantai 2 Aula Ki Bagus Hadikusumo. Buku yang dibedah merupakan salah satu karangan alumni MBS. Buku berjudul “Islam dan Ikhtiar KeIndonesiaan,”karya M. Zulfikar Yusuf S.E, M.E setebal seratus delapan puluh halaman tersebut merupakan kumpulan essainya yang pernah dipublikasikan kepada khalayak umum dan mendapatkan apresiasi dari Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Haedar Nashir, M. Si. Nama Zulfikar Yusuf tidak asing di MBS, ia merupakan alumni MBS angkatan ke-3, enam tahun mondok di kompleks gedung biru PPM MBS Yogyakarta.

Tepat pada pukul 13.00 WIB, acara dimulai. Dihadiri langsung oleh Wadir 1 Bidang Pendidikan, ustadz Rahmat Susanto, S. Pd dan para santriwan.

“Terimakasih kepada ustadz Rahmat Susanto yang telah memperkenankan untuk membedah buku saya di pesantren yang pernah menjadi tempat belajar kami. Zulfikar mengaku sangat bersyukur bisa membedah buku di tempat ia belajar beberapa tahun silam.

Di hadapan para peserta yang notabene adalah adik kelasnya, Zulfikar yang saat ini tengah menyelesaikan studi S3 nya mengawali presentasi dengan membeber motivasinya mengapa menulis buku ini. Pertama, dengan menulis kita bisa membaca realitas dan melihat persoalan secara holistik. Sebab, Zulfikar menyebut, penulis yang baik dituntun untuk membaca secara komprehensif, ujarnya.

Kedua, tutur Zulfikar, memberikan sumbangan pemikiran. Melalui tulisan, saya merasa paling tidak melalui kontemplasi pemikiran bisa memberikan sedikit sumbangan pemikiran tentang apa yang terjadi di sekeliling kita. Ketiga, mengasah dan mempertajam keilmuan, sebagaimana pisau yang perlu diasah agar menjadi tajam, akal dan pikiran pun perlu diasah agar memberikan pikiran yang kritis, cemerlang dan kontributif. Salah satunya dengan menulis, imbuhnya.

Dan yang terakhir, mengabadikan tulisan, salah satu amal yang bisa kita tinggalkan untuk generasi selanjutnya adalah pikiran yang diabadikan dalam bentuk tulisan, terang Zulfikar.

Setelah mengupas motivasinya menulis, pria kelahiran Ujung Pandang, 20 April 1998 yang kini duduk di Majelis Tabligh PWM DIY membidangi divisi dakwah sekolah dan kampus tersebut kembali mengajak para peserta lebih dalam mengulik isi buku garapannya. Ditanya kenapa harus “Islam dan Ikhtiar Keindonesiaan,” sebelum masuk ke pembahasan inti, dirinya mengatakan kalau alasan mengapa memilih judul “Islam dan Ikhtiar Keindonesiaan,” karena isinya berkaitan dengan upaya saya untuk memposisikan diri sebagai bagian dari elemen bangsa dan umat manusia, yang mengharapkan kehidupan berjalan di atas nilai-nilai kemanusiaan universal.

Walaupun buku ini tidak membahas seluruh macam persoalan kehidupan, tetapi paling tidak, penulis merasa memiliki tanggung jawab untuk hadir dari setiap dinamika kehidupan yang terjadi, ujar mantan bagian Kajian Dakwah Islam PR IPM Putra MBS tahun 2014-2015 dengan penuh semangat.

Adapun secara garis besar, sambung Zulfikar, buku ini terbagi dalam empat bagian, yang terdiri dari esai agama, sosial, politik dan ekonomi. Pada esai agama, penulis mengurai tentang membumikan gerakan Islam transformatif. Pada esai sosial, penulis membahas tentang orientasi umat manusia pada pencerahan peradaban. Sedangkan, tambah Zulfikar, esai politik, penulis banyak mengulas persoalan perpolitikan di Indonesia, pula ikhtiar untuk membangun nalar politik yang berkemajuan. Dan terakhir, pada esai ekonomi, penulis berusaha untuk menempatkan keadilan dalam setiap perjalanan ekonomi umat, pungkasnya.

Ustadz Rahmat memberikan apresiasi yang positif dengan adanya bedah buku ini. Pasalnya  penulis buku ini adalah alumni MBS. “Selain buku yang akan dibedah juga ada spirit yang harus ditiru oleh para santri, spirit bahwa sebagai santri MBS bisa melakukan apa saja selama ia ada kemauan. Semoga ilmunya barokah dan semoga buku yang akan antum bedah menjadi motivasi bagi santri lainnya”, ujar ustadz Rahmat di depan peserta.

Mengetahui buku yang ia tulis masih banyak kekurangannya, lulusan S1 Ilmu Ekonomi UMY dan S2 Ekonomi Syari’ah UIN Sunan Kalijaga itu meminta sumbang saran serta masukannya. Zulfikar menganggap bahwa itu adalah bagian dari kritikan yang membangun. Karena baginya, tidak ada tulisan yang sempurna. Ia juga mengaku akan terus berkarya dan menelorkan buku-buku lain yang lebih baik.(ElMoedarries)

 

 

Musyawarah Wilayah (Musywil) Muhammadiyah Ke-13 dan Aisyiyah Ke-12 Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi wadah bagi salah satu alumni ke-4 MBS, Puji Fauziah Sophiakusumah Hakim, Lc.

Kader Muhammadiyah yang belum lama ini menamatkan pendidikan di Universitas Al-Azhar Kairo ini, didaulat sebagai pembicara dalam Musywil. Acara dilaksanakan di Gedung Siti Moendjiah Lt 1, Kampus Universitas Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta, Sabtu (18/2).

Sophia, sapaan akrab guru dan pembina di PPM MBS Yogyakarta ini bercerita awal mula ia masuk MBS. Ia juga membagikan pengalamannya dalam bermuhammadiyah di MBS dan di Mesir. Lebih lanjut, Sophia juga membeberkan bagaimana ia bisa diterima di Al Azhar.

Hal itu senada dengan tema yang digaungkan Muhammadiyah dan Aisyah dalam Muswil ke-13 dan ke-12 DIY. Musywil Muhammadiyah bertajuk “Membumikan Risalah Islam Berkemajuan, Mencerahkan Jogja”, sementara tema untuk Aisyiyah “Perempuan Berkemajuan Mewujudkan D.I.Yogyakarta Berkeadaban”.

Di hadapan tak kurang dari 30 kepala SD, SMP, dan SMA/SMK Muhammadiyah se-DIY, Shopia mengungkapkan bahwa, memilih Universitas Al-Azhar Kairo ialah salah satu bentuk baktinya kepada orangtua.

“Baik melanjutkan ke MBS ataupun ke Al Azhar, keduanya adalah permintaan orangtua saya. Tapi saya percaya, di mana restu orangtua saya berada, di sana akan terdapat banyak kemudahan. Alhamdulillah di MBS bisa jadi lulusan terbaik, meskipun mulainya terseok-seok,” kata wanita kelahiran Cirebon, 24 tahun lalu.

Begitu pun saat menempuh pendidikan Akidah Filsafat di Al Azhar, Sophia lulus dengan predikat Mumtaz Ma’a Martabah Asy-Syaraf, meskipun bukan atas keinginan sendiri. Kesuksesan ini tak lain karena ia selalu melewati hari-harinya dengan penuh kesadaran, bahwa menuntut ilmu adalah jalan yang harus ditempuh oleh setiap mukmin.

Sekembalinya di almamater tercinta, MBS, Sophia kini mengajar kelas persiapan untuk santriwati yang ingin melanjutkan studi di Timur Tengah. Selain itu ia juga mengajar kelas-kelas lain di SMA, dan menjadi pembimbing tahsin bagi kelas 7 yang belum lancar membaca Alquran.

Shopia berharap, melalui Musywil DIY, Sabtu (18/2) kemarin, akan semakin banyak kader-kader yang menebar karya nyata. (ft)

 

Hidup memang tentang pilihan. Setiap orang pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita ukhti Adellia Fatma yang sempat bimbang dan bingung ketika harus memilih diantara dua pilihan yang semuanya baik. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.

Sosok Adellia Fatma beberapa waktu lalu sempat menjadi sorotan karena prestasinya yang cemerlang dan mengagumkan. Bagaimana tidak, santriwati yang belum lama menyandang predikat sebagai alumni MBS ini  berhasil diterima di 2 universitas ternama.

Della sempat berbagi cerita. Ia harus memilih yang mana, Undip atau Poltek SSN? Kedua PTN ini outstanding untuk prodi tersebut.

Akhirnya ia menjatuhkan pilihan masuk di Poltek SSN. “Orangtua saya sangat mendukung dan banyak memberikan pertimbangan atas kedua PTN itu. Namun saya memilih Poltek SSN setelah melalui berbagai macam pertimbangan,” ujarnya.

Putri sulung dari Bapak Mulud dan Ibu Apriliya Purwanti ini mengaku, bahwa memilih sekolah memang menjadi perkara yang tidak bisa dikatakan mudah, tak hanya memikirkan masalah jurusan dan biaya. Namun juga memikirkan situasi setelah lulus, maka banyak orang tertarik masuk ke Poltek SSN. Sebab lulusannya lebih mudah mendapat pekerjaan dan masa depan cerah, jadi sekolah tinggi sandi negara sangat bisa dipertimbangkan, terangnya.

Sementara itu, melalui walikelas Della, ustadzah Astuti Mahardika, ibunda Della mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada pihak MBS yang telah mendidik dan memberikan bekal kepada putri tercintanya.

“Saya orang tua Adellia Fatma (Della) kelas 12 MIPA 4, mau menyampaikan informasi bahwa Della selain di terima di SBMPTN Akuakultur Undip alhamdulilah juga di terima di Ikatan Dinas Politeknik Siber dan Sandi Negara (Poltek SSN). Jumlah pendaftar yang ikut ujian sebanyak 2.200 orang, diterima 100 orang, ujian sebanyak 8 tahap. Catatan kami MBS plus di akademik, olah raga bela diri dan komunikasi bahasa arab. Terima kasih ustadzah atas ilmunya dan minta tolong di sampaikan ke MBS, maturnuwun,”memungkasi ucapan terima kasihnya.(ElMoedarries)

Setelah melalui proses pemilihan secara demokratis, akhirnya Safanah Azzahra terpilih dalam kontestasi Pemilihan ketua PR IPM MBS Putri Yogyakarta.

Dara kelahiran Klaten, 17 Mei 2006 yang sekarang duduk di bangku Kelas XI IPA 4 itu, dipercaya untuk menahkodai IPM Putri di MBS untuk periode 2022/2023.Safana sapaan akrabnya, mengaku siap mewujudkan visi misinya, yaitu visi terbentuknya IPM lebih maju dan misi, diantaranya mengoptimalkan program kerja setiap bidang. “Ini suatu kehormatan dan kebanggan, karena bisa membuat orang tua bangga,” ujar Safana.

Safana mengaku, sebagai ketua IPM terpilih, menyampaikan komitmennya untuk menjadi teladan dan agen perubahan guna terwujudnya IPM MBS yang semakin maju.”Bismillah, saya siap berkomitmen menjadi suri teladan dan pelopor agen perubahan menuju kemajuan pesantren yang berprestasi dan berjatidiri,”ucap Safana

Tak hanya itu, santriwati yang hobi membaca ini siap berkolaborasi dan bersinergi dengan teman pengurus IPM lainnya yang juga sudah memaparkan visi misi mereka untuk bersama-sama membantu dan mensukseskan program IPM setahun ke depan.

“Ada banyak hal yang kami di IPM akan lakukan pasca terpilih. Kami juga akan mendukung dan membantu mensukseskan program pondok,” tutur putri sulung pasangan (Alm) Bapak Dwi Handoko dan Ibu Ika Harmiyati ini optimis.

Selamat untuk Safanah Azzahra yang terpilih menjadi ketua PR IPM MBS Putri 2022/2023. Semoga bisa menjalankan semua amanah dan tugas mulia ini dengan baik, dan menjadikan IPM lebih baik ke depannya.(ElMoedarries)

Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 sudah berjalan menginjak tahun ke-3 memunculkan dampak yang semakin kompleks dalam berbagai aspek kehidupan seperti kesehatan, pendidikan, kemiskinan, dan kesenjangan sosial yang semakin tinggi. Kini sejumlah negara telah memilih jalan “berdamai” dengan Covid-19. Tetapi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan pandemi belum akan berakhir. Kondisi tersebut dipicu oleh rendahnya angka vaksinasi di seluruh dunia dari target 70% populasi setiap negara. Selain itu masih terdapat disparitas antara negara kaya dengan negara berpenghasilan rendah dan menengah, yang memperlambat pemerataan vaksin di seluruh dunia. Para ahli epidemiologi pun menyatakan bahwa tidaklah mudah memastikan kapan pandemi ini akan berakhir. Berbagai faktor objektif ikut menentukan bagaimana akhir wabah global ini. terdapat kemungkinan perubahan status pandemi Covid-19 menjadi endemi, yakni wabah penyakit yang secara konsisten ada, namun terbatas pada wilayah tertentu, sehingga membuat penyebaran penyakit dan tingkat penularan dapat diprediksi.

Bonus Demografi

Sebagai negara berpenduduk terbanyak keempat di dunia dengan populasi mencapai 270.203.917 jiwa pada tahun 2020, serta negara berpenduduk Muslim terbanyak dan terbesar di dunia, dengan penganut lebih dari 230 juta jiwa, selain itu Indonesia juga menjadi salah satu negara multiras, multietnik, dan multikultural di dunia, seperti halnya Amerika Serikat

Menurut berbagai penelitian, di tahun 2035 atau 2045, Indonesia akan memperoleh bonus demografi, di tahun tahun tersebut kiat akan memiliki populasi Sumber Daya Manusia (SDM) dengan usia produktif tertinggi, dibandingkan dengan beberapa negara yang lain. Salah satu isu sentral kebangsaan yang kini mulai dibahas ialah bagaimana memaksimalkan bonus demografi tersebut. dengannya Indonesia dirasa punya modal besar untuk tumbuh menjadi negara dengan produktivitas kerja yang tinggi dan kekuatan ekonomi yang memungkinkan untuk memperkuat pengaruhnya di tingkat internasional. Inilah sisi optimisme yang perlu dibangun. Namun apabila potensi tersebut tidak dikelola dengan baik, justru Indonesia dapat jatuh menjadi negara gagal.

Generasi Muda

Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik Pendidikan itu tidak ada sama sekali”.

Satu kutipan dari Tan Malaka ini tentu bukan semata sebuah ungkapan kosong belaka, melainkan realita yang banyak ditemukan di tengah masyarakat. Satu ungkapan yang menjadi pecut tentunya, untuk kaum milenial yang akan menjadi penerus bangsa di masa depan. Dan tentu, Satu ungkapan yang menggambarkan betapa pentingnya kolaborasi antara karakter dan Pendidikan bagi diri generasi muda dewasa ini.

Bangsa yang maju, adalah bangsa yang mau belajar dari sejarah. Sejenak mari kita ingat bahwa bangsa ini lepas dari penjajahan atas asas perjuangan dari seluruh elemen masyarakat demi menyatakan diri bahwa Indonesia Merdeka. Semangat yang perlu kita jaga di tengah zaman yang rentan sekali tertular budaya “asing”, budaya yang merusak karakter bangsa.

Ketika melihat sejarah bangsa, anak muda adalah generasi pemberi solusi untuk pelbagai masalah negeri, diantara yang paling nyata adalah hasil kongres pemuda tahun 1928 adalah kesepakatan bahasa karena dengan adanya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan maka kita tidak perlu lagi ada penerjemah. Sebuah hal yang luar biasa jauh sebelum bangsa ini merdeka, ternyata di tangan generasi muda sudah mampu berani menyepakati bahasa yang bukan bahasanya, mereka menyepakati sebuah bahasa yang akhirnya mampu membangun kesetaraan dan kebersamaan.

Tantangan generasi muda juga semakin kompleks setelah lebih dari dua tahun pandemi Covid-19, muncul data yang menyebutkan tentang kerapuhan ketahanan keluarga, timbul anak-anak yang kekurangan gizi, Ditambah lagi meningkatnya kasus pengangguran yang menyisakan beragam persoalan moral yang tinggi.

Di sisi lain Generasi muda harus mampu menyaring dan memilih setiap informasi yang membanjiri media sosial. Perlunya waspada terhadap segala macam bentuk proxy war atau perang yang menggunakan aktor-aktor bayangan, dengan sasaran merekayasa generasi muda menjadi tidak produktif, hidup dengan suasana glamor, kehilangan navigasi moralitas, serta tidak memiliki sendi ideologi yang kuat.

Kesadaran tentang pemberdayaan, karena gejolak dan polemik kebangsaan yang merundung Indonesia saat ini berdampak luar biasa kepada kelompok rentan. Nalar kritis pada diri anak muda harus senantiasa dipupuk dan ditumbuh-kembangkan. Hal ini juga perlu dimiliki generasi muda, agar bisa melihat persoalan secara obyektif dan berkaca mata tajam.

Jalan Terjal Penerus Bangsa

Akhirnya dengan segala permasalahan dan rumitnya persoalan yang kini dihadapi negeri ini, generasi muda lah satu-satunya harapan bangsa dalam menggapai cita Indonesia Emas 2045, di tahun itu tepat satu abad usia bangsa ini berdiri, Dalam hal ini, disebut generasi muda adalah mereka yang di dalam dirinya selalu terdapat kebaruan yang orientasinya kepada masa depan.

Optimisme juga perlu ditanamkan dalam diri kaum muda, dalam wujud tekad dan ikhtiar untuk berubah juga menjadi niscaya dalam memecahkan berbagai masalah bangsa. Seberat apa pun masalah yang dihadapi jika semua komponen umat dan bangsa berkomitmen kuat, bersatu, dan melangkah bersama secara sungguh-sungguh maka akan terdapat jalan keluar dari kesulitan. Kuncinya ketulusan, kejujuran, dan kebersamaan untuk selalu mencari solusi. Perbedaan setajam apa pun bila semua pihak mau berdialog dan mencari titik temu maka akan ada jalan pemecahan atas segala persoalan umat dan bangsa. Sebaliknya manakala saling menjauh, keras kepala, dan dusta bertumbuh di tubuh generasi muda maka sulit menemukan jalan bersama menuju kemajuan bangsa.

Agenda kita ke depan tentu masih berat. Pasca pandemi bangsa Indonesia penting melakukan recovery berbagai aspek kehidupan seperti pemulihan mental warga, membangkitkan ekonomi rakyat, dan normalisasi berbagai kegiatan. Apalagi bila pandemi belum dapat dipastikan kapan berakhir serta berubah statusnya menjadi endemi, maka sangat diperlukan rancang-bangun adaptasi baru dan rekonstruksi langkah yang berkelanjutan. Semua itu menuntut pendayagunaan pemikiran, sumber daya manusia, usaha, dan dukungan lainnya secara optimal agar kehidupan ke depan berjalan baik dan membuka lembaran baru secara lebih baik.

Di tengah dinamika kehidupan yang berat, generasi muda dituntut mengambil peran strategis dalam menggerakkan segala usaha memajukan bangsa, Tumbuhkan sikap optimis hadapi pandemi dan masalah negeri. Seraya terus bermunajat kepada Tuhan yang Maha Esa agar musibah Covid-19 diangkat atas Kuasa-Nya dan kehidupan berjalan normal kembali secara lebih baik. Semoga kita diberi anugerah oleh yang Maha kuasa untuk selalu belajar hikmah kehidupan dari musibah global ini untuk mencintai sesama dan alam ciptaanNya. Semoga ! (Renaldi Sheva Perdana)