Innal Fattaa Man Yaquulu Haannadzaaa.. Wa Laysal Fattaa Man Yaquulu Kaana Abii..”

Adagium diatas sudah familiar tersentuh oleh telinga kita, menjelaskan bahwa fitrah pemuda sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna kehidupan umat dan bangsa. Bukti nyata sebenarnya sudah kita hafalkan dalam penyampaian materi di kelas maupun lewat bacaan yang tertata rapi di rak buku pribadi kita.

Sultan Muhammad Al Fatih adalah salah satu contohnya. Di usia 320 bulan setelah kelahirannya, beliau sudah mampu mempakari 6 bahasa asing. Bahkan dengan semangat beliau, tembok raksasa 3 lapis dengan tinggi 12 meter bertebalkan 5 meter dapat ia taklukkan. Fa Laa Haulaa Wa Laa Quwwata Illaa Billaah..

Bumi nusantara pun menjadi saksi dalam perjuangan para pemuda merobek kata kolonialisme. Seperti halnya Surabaya memiliki seorang orator ulung yang militan pula, Bung Tomo namanya. Dengan berbekal ketaatan pada Allah Maha Kuasa serta keberaniannya untuk menyuarakan kemanusiaan, maka para penjajah memutuskan untuk tidak kembali selama-lamanya. Maka janji Allah pun lagi lagi nyata kebenarannya,

“Betapa banyaknya kelompok berjumlah kecil yang dapat mengalahkan kelompok yang besar jumlahnya dengan izin Allah.” (Al Baqarah :249)

Maka pasti telah masuk dalam sanubari kita tentang jiwa patriotisme para pahlawan bangsa ini. Betapa tingginya ketaatan mereka kepada Sang Pencipta, juga begitu kokohnya mental mereka. Akan tetapi, nampaknya mental-mental pemuda saat ini memasuki masa kegelapan. Bagaimana bisa seorang pemuda bangsa mengajak untuk tidak takut kepada Sang Penguasa Alam Semesta ketika sedang menjalankan sistem pemerintahan? Bukankah kedekatan diri kita kepada Allah menjadikan segala kehidupan kita menjadi mudah? Begitu beraninya dia menantang kekuasaan Allah Ta’alaa.. Na’udzubillaahi Min Dzaalik..

Tak hanya terlepas dari itu saja, sudah menjadi berita bagi khalayak umum bahwa sebagian besar pemuda bangsa sudah tidak berkontribusi dalam menjadi peserta pembangunan bangsa. Mereka lupa bahwasannya tugas mereka sejatinya tidaklah mudah. Maka dengan momentum Hari Pahlawan ini, marilah kita semua mengingat perjuangan para pahlawan yang tidak pernah memikirkan diri mereka sendiri jika bangsanya belum merdeka. Karena itu salah satu senjata ampuh untuk merevolusi mental para pemuda. Bukankah tugas kita selaku pemuda masih banyak? Terlebih untuk menjadikan bangsa ini adalah bangsa yang ‘Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafuur’?

Maka, cukuplah Allah sebagai penolong kita semua..

Penulis: Farrel Izam P (Ketua IPM Putra PPM MBS Jogjakarta periode 2017-2018)

1 reply

Comments are closed.