Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 sudah berjalan menginjak tahun ke-3 memunculkan dampak yang semakin kompleks dalam berbagai aspek kehidupan seperti kesehatan, pendidikan, kemiskinan, dan kesenjangan sosial yang semakin tinggi. Kini sejumlah negara telah memilih jalan “berdamai” dengan Covid-19. Tetapi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan pandemi belum akan berakhir. Kondisi tersebut dipicu oleh rendahnya angka vaksinasi di seluruh dunia dari target 70% populasi setiap negara. Selain itu masih terdapat disparitas antara negara kaya dengan negara berpenghasilan rendah dan menengah, yang memperlambat pemerataan vaksin di seluruh dunia. Para ahli epidemiologi pun menyatakan bahwa tidaklah mudah memastikan kapan pandemi ini akan berakhir. Berbagai faktor objektif ikut menentukan bagaimana akhir wabah global ini. terdapat kemungkinan perubahan status pandemi Covid-19 menjadi endemi, yakni wabah penyakit yang secara konsisten ada, namun terbatas pada wilayah tertentu, sehingga membuat penyebaran penyakit dan tingkat penularan dapat diprediksi.
Bonus Demografi
Sebagai negara berpenduduk terbanyak keempat di dunia dengan populasi mencapai 270.203.917 jiwa pada tahun 2020, serta negara berpenduduk Muslim terbanyak dan terbesar di dunia, dengan penganut lebih dari 230 juta jiwa, selain itu Indonesia juga menjadi salah satu negara multiras, multietnik, dan multikultural di dunia, seperti halnya Amerika Serikat
Menurut berbagai penelitian, di tahun 2035 atau 2045, Indonesia akan memperoleh bonus demografi, di tahun tahun tersebut kiat akan memiliki populasi Sumber Daya Manusia (SDM) dengan usia produktif tertinggi, dibandingkan dengan beberapa negara yang lain. Salah satu isu sentral kebangsaan yang kini mulai dibahas ialah bagaimana memaksimalkan bonus demografi tersebut. dengannya Indonesia dirasa punya modal besar untuk tumbuh menjadi negara dengan produktivitas kerja yang tinggi dan kekuatan ekonomi yang memungkinkan untuk memperkuat pengaruhnya di tingkat internasional. Inilah sisi optimisme yang perlu dibangun. Namun apabila potensi tersebut tidak dikelola dengan baik, justru Indonesia dapat jatuh menjadi negara gagal.
Generasi Muda
Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik Pendidikan itu tidak ada sama sekali”.
Satu kutipan dari Tan Malaka ini tentu bukan semata sebuah ungkapan kosong belaka, melainkan realita yang banyak ditemukan di tengah masyarakat. Satu ungkapan yang menjadi pecut tentunya, untuk kaum milenial yang akan menjadi penerus bangsa di masa depan. Dan tentu, Satu ungkapan yang menggambarkan betapa pentingnya kolaborasi antara karakter dan Pendidikan bagi diri generasi muda dewasa ini.
Bangsa yang maju, adalah bangsa yang mau belajar dari sejarah. Sejenak mari kita ingat bahwa bangsa ini lepas dari penjajahan atas asas perjuangan dari seluruh elemen masyarakat demi menyatakan diri bahwa Indonesia Merdeka. Semangat yang perlu kita jaga di tengah zaman yang rentan sekali tertular budaya “asing”, budaya yang merusak karakter bangsa.
Ketika melihat sejarah bangsa, anak muda adalah generasi pemberi solusi untuk pelbagai masalah negeri, diantara yang paling nyata adalah hasil kongres pemuda tahun 1928 adalah kesepakatan bahasa karena dengan adanya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan maka kita tidak perlu lagi ada penerjemah. Sebuah hal yang luar biasa jauh sebelum bangsa ini merdeka, ternyata di tangan generasi muda sudah mampu berani menyepakati bahasa yang bukan bahasanya, mereka menyepakati sebuah bahasa yang akhirnya mampu membangun kesetaraan dan kebersamaan.
Tantangan generasi muda juga semakin kompleks setelah lebih dari dua tahun pandemi Covid-19, muncul data yang menyebutkan tentang kerapuhan ketahanan keluarga, timbul anak-anak yang kekurangan gizi, Ditambah lagi meningkatnya kasus pengangguran yang menyisakan beragam persoalan moral yang tinggi.
Di sisi lain Generasi muda harus mampu menyaring dan memilih setiap informasi yang membanjiri media sosial. Perlunya waspada terhadap segala macam bentuk proxy war atau perang yang menggunakan aktor-aktor bayangan, dengan sasaran merekayasa generasi muda menjadi tidak produktif, hidup dengan suasana glamor, kehilangan navigasi moralitas, serta tidak memiliki sendi ideologi yang kuat.
Kesadaran tentang pemberdayaan, karena gejolak dan polemik kebangsaan yang merundung Indonesia saat ini berdampak luar biasa kepada kelompok rentan. Nalar kritis pada diri anak muda harus senantiasa dipupuk dan ditumbuh-kembangkan. Hal ini juga perlu dimiliki generasi muda, agar bisa melihat persoalan secara obyektif dan berkaca mata tajam.
Jalan Terjal Penerus Bangsa
Akhirnya dengan segala permasalahan dan rumitnya persoalan yang kini dihadapi negeri ini, generasi muda lah satu-satunya harapan bangsa dalam menggapai cita Indonesia Emas 2045, di tahun itu tepat satu abad usia bangsa ini berdiri, Dalam hal ini, disebut generasi muda adalah mereka yang di dalam dirinya selalu terdapat kebaruan yang orientasinya kepada masa depan.
Optimisme juga perlu ditanamkan dalam diri kaum muda, dalam wujud tekad dan ikhtiar untuk berubah juga menjadi niscaya dalam memecahkan berbagai masalah bangsa. Seberat apa pun masalah yang dihadapi jika semua komponen umat dan bangsa berkomitmen kuat, bersatu, dan melangkah bersama secara sungguh-sungguh maka akan terdapat jalan keluar dari kesulitan. Kuncinya ketulusan, kejujuran, dan kebersamaan untuk selalu mencari solusi. Perbedaan setajam apa pun bila semua pihak mau berdialog dan mencari titik temu maka akan ada jalan pemecahan atas segala persoalan umat dan bangsa. Sebaliknya manakala saling menjauh, keras kepala, dan dusta bertumbuh di tubuh generasi muda maka sulit menemukan jalan bersama menuju kemajuan bangsa.
Agenda kita ke depan tentu masih berat. Pasca pandemi bangsa Indonesia penting melakukan recovery berbagai aspek kehidupan seperti pemulihan mental warga, membangkitkan ekonomi rakyat, dan normalisasi berbagai kegiatan. Apalagi bila pandemi belum dapat dipastikan kapan berakhir serta berubah statusnya menjadi endemi, maka sangat diperlukan rancang-bangun adaptasi baru dan rekonstruksi langkah yang berkelanjutan. Semua itu menuntut pendayagunaan pemikiran, sumber daya manusia, usaha, dan dukungan lainnya secara optimal agar kehidupan ke depan berjalan baik dan membuka lembaran baru secara lebih baik.
Di tengah dinamika kehidupan yang berat, generasi muda dituntut mengambil peran strategis dalam menggerakkan segala usaha memajukan bangsa, Tumbuhkan sikap optimis hadapi pandemi dan masalah negeri. Seraya terus bermunajat kepada Tuhan yang Maha Esa agar musibah Covid-19 diangkat atas Kuasa-Nya dan kehidupan berjalan normal kembali secara lebih baik. Semoga kita diberi anugerah oleh yang Maha kuasa untuk selalu belajar hikmah kehidupan dari musibah global ini untuk mencintai sesama dan alam ciptaanNya. Semoga ! (Renaldi Sheva Perdana)