Ustaz Asep Shalahudin dari PP Muhammadiyah Bawakan Materi Taharah dengan Santai dan Mengesankan

Bagikan
Facebook
WhatsApp
Telegram

Pada hari Kamis (15/5/2025), PPM MBS Yogyakarta rutin menggelar Jikamsi (Kajian Kamis Siang). Jikamsi dimulai pukul 13.00 Wib di Masjid At-Tanwir PPM MBS Yogyakarta. Kegiatan ini diikuti oleh lima ratus lebih guru dan karyawan PPM MBS Yogyakarta, maupun AR Fakhruddin PPM MBS Yogyakarta.

Dalam kegiatan Jikamsi kali ini, PPM MBS Yogyakarta menghadirkan pembicara dari PP Muhammadiyah, Ustaz Asep Shalahudin dari Anggota Divisi Fatwa dan Pengembangan Tuntunan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Pimpinan PPM MBS Yogyakarta, Ustaz Fauzan Yakhsya,S.Hum dalam sambutannya mengatakan, “kegiatan ini adalah bagian dari merealisasikan visi kita yakni terbentuknya lembaga pendidikan pesantren yang berkualitas untuk menyiapkan kader Muhammadiyah berdasarkan al-qur’an dan as-sunnah.”

Kata ‘berkualitas’ berarti amaliah kita sehari-hari juga harus berlandaskan qur’an dan sunnah. Dan kali ini kita mengawali dengan belajar kitab taharah langsung dari majelis tarjih PP Muhammadiyah.

Dalam pembukaan Kajian Kamis Siang (Jikamsi), Ustaz Asep menerangkan perbedaan “kajian” dan “pengajian”. “Bapak-Ibu, Ustaz-Ustazah, kalau kita biasa mendengar kata pengajian, biasanya kita agak santai, tetapi benar tadi Ustaz Fauzan mengatakan ini “kajian”, jadi agak serius dan lebih memerlukan perhatian. Kali ini kita akan belajar bersama tentang taharah”.

Ustaz Asep Shalahudin membawakan materi taharah dengan santai. Ia menegaskan bahwa di Muhammadiyah kita perlu memahami produk-produk yang dikeluarkan oleh Muhammadiyah khususnya dari Tim Fatwa. Tiga produk yang dikeluarkan Muhammadiyah itu diantaranya, Putusan, Fatwa dan Wacana.

Dalam materi taharah ini, Ustaz Asep menerangkan perbedaan najis, hadas, dan keadaan suci. Taharah atau bersuci merupakan syarat yang harus diperhatikan sebelum melaksanakan ibadah shalat.

Dalam memaparkan materi taharah, Ustaz Asep memberi perumpamaan ringan-ringan dalam kehidupan sehari-hari yang sering salah kaprah. Misal saat orang tertidur, tetapi tidak miring apakah itu membatalkan wudhu? Sebagian besar orang mengatakan hal itu membatalkan wudhu. Padahal, tidak membatalkan wudhu, dan bisa langsung melaksanakan shalat bila ia telah bersuci.

Ia juga memberikan contoh lain misalnya ada seorang ibu sudah bersuci, kemudian menggendong anak kecil dan anak kecil tersebut kencing. Apakah ia perlu berwudhu lagi bila hendak salat? Ustaz Asep menjelaskan bahwa ibu tersebut cukup mengganti pakaian dan tidak perlu wudhu lagi.

Kemudian yang tak kalah pentingnya adalah bagi seorang pria dalam urusan taharah harus bisa membedakan tiga jenis air yang keluar dari alat kelamin yakni; mani, madzi, wadi. Jika keluar air mani,maka wajib mandi besar. Jika keluar air madzi hukumnya Najis dan membatalkan wudhu, perlu dibersihkan dan diganti pakaiannya bila hendak salat. Sementara jika keluar air wadi, air tersebut Najis dan membatalkan wudhu.

Untuk itu, bagi seorang pria yang membuang air kecil, maka ia harus berhati-hati untuk menuntaskan air seninya agar tidak keluar air wadi yang berpotensi membatalkan wudhu dan Najis. Sehingga jika ia hendak salat, namun masih ada air wadi, maka ia perlu mengganti pakaiannya yang terkena air wadi tersebut jika hendak salat.

Selain dialog dan menggunakan metode praktik secara langsung, Ustaz Asep berhasil mengajak para asatidz tertawa dan tertarik pada materi taharah yang biasanya dikemas dengan nuansa serius. Kegiatan Jikamsi usai menjelang asar.  [A.Y]

News Update

Pojok Santri

Ruang Guru

News Update

Pojok Santri

Ruang Guru

News Update

Pojok Santri

Ruang Guru