Konsekuensi logis adanya kurikulum 2013 menuntut siswa untuk dapat mengimbangi kemajuan teknologi dan industri kreatif. Ditambah dengan hasil PISA tahun 2012 yang menggambarkan mayoritas siswa usia 15 tahun di Indonesia belum memiliki literasi dasar dalam hal membaca, matematika dan sains.

Atas dasar alasan tersebut penilaian di Indonesia diarahkan ke model HOTS. Itulah salah satu materi yang disampaikan Bapak Sutarto, MM dalam workshop pembuatan soal HOTS yang diadakan di MBS.

Pak Tarto menambahkan, salah satu upaya untuk menghadapi tantangan ke depan, maka perlu dikembangkan penilaian model HOTS. Lebih dalam Pak Tarto menjelaskan, hal ini sangat penting dikarenakan model HOTS ( High Order Thinking Skill ) bukanlah sekedar kemampuan berpikir untuk mengingat dan memahami . Namun, sambung beliau siswa diarahkan untuk dapat menemukan, menganalisis, mencipta, merefleksi dan berargumen.

Pada kesempatan itu pak Tarto memberikan beberapa tips untuk mengembangkan soal HOTS kepada para peserta yang hadir, diantaranya :

  1. Menggunakan konteks dunia nyata
  2. Memberikan stimulus berupa gambar, grafik, bacaan, data percobaan dan lain-lain
  3. Memberikan pertanyaan yang terkait analisis visual.

Dalam sambutannya, ustadz M. Fauzan Yakhsya, S. Hum selaku ketua penyelenggara workshop mengungkapkan rasa syukurnya, karena pada kesempatan ini agenda yang telah dicanangkan yaitu workshop pembuatan soal HOTS sebagai salah satu program sekolah rujukan bisa terlaksana. Ustadz Fauzan berharap kegiatan workshop ini bisa menambah ketrampilan para asatidz dan dewan guru untuk dapat menyusun soal HOTS baik penilaian harian maupun penilaian tengah semester, tandasnya.

Kegiatan workshop yang dihadiri puluhan guru dari berbagai rumpun mata pelajaran ini diakhiri dengan peserta diminta untuk menyusun soal HOTS yang kemudian dikoreksikan kepada pembicara. ( El Moedarries )

 

2 replies

Comments are closed.