Kala itu suasana nasionalisme begitu terasa. Jiwa raga bersatu padu, dengan buncahan semangat yang begitu menggelora. Ribuan pemuda dari berbagai penjuru dan pelosok negeri berkumpul menjadi satu. Tak peduli apa ras mereka, tak peduli bagaimana budaya mereka, tak peduli apa agama mereka, dan tak peduli apa bahasa mereka. Mereka hanya sadar akan satu hal, bahwa mereka adalah, Indonesia.
28 Oktober. Adalah salah satu hari bersejarah yang kisahnya masih terkenang hingga hari ini. Diperingati sebagai sebuah hari nasional, yang dengan itu, tak akan ada yang terlupa, bahwa pahlawan kita dahulu pernah melewati suatu momentum yang penting, yakni
“Sumpah Pemuda”.
Tentu tak asing bagi kita akan peristiwa ini. Peristiwa yang sejarahnya telah digaungkan mulai dari kita belajar di Sekolah Dasar. Tak jarang, sang guru meminta kepada para murid untuk menghafalkannya. Mungkin beberapa dari kita masih ingat, ada juga yang telah lupa.
Ialah dia. Sumpah Pemuda. Sebuah peristiwa yang lahir sebagai jawaban atas kegelisahan yang dialami rakyat Indonesia pada masa itu. Bahwa setelah Indonesia lahir sebagai sebuah negara yang merdeka, ternyata kehidupan setelah merdeka tak seindah yang dibayangkan. Merdekanya Indonesia tak membuat surut para penjajah untuk menanamkan kembali kekuasaannya.
Perjuangan belum selesai. Tantangan dan ujian muncul silih berganti. Pemberontakan selalu berdatangan. Perlawanan rakyat Indonesia terus dilakukan. Mulai dari yang sifatnya kooperatif hingga peperangan. Sebut saja beberapa peristiwa seperti Bandung Lautan Api, Palagan Ambarawa, Puputan Margarana, dan pemberontakan lain yang dilakukan di seluruh pelosok negeri.
Semua lini bergerak. Dari yang tua, hingga yang muda. Terlebih para pemuda, mereka yang jiwanya masih membara, tentu tak hanya tinggal diam. Rasa kekhawatiran mereka telah memuncak, melihat segala carut marut yang terjadi di negeri ini. Sudah terlalu banyak luka, sudah terlalu banyak darah. Mereka tak ingin hal itu terjadi terus menerus. Mereka ingin mengakhiri semuanya.
Hingga akhirnya, perjuangan dilakukan melalui jalur kooperasi. Perjuangan tak lagi dilakukan dengan menggunakan senjata, tetapi menggunakan ide dan pemikiran. Sekolah – sekolah kemudian didirikan dengan harapan dapat melahirkan kaum intelektual yang cerdas. Sebut saja seperti ELS, HIS, AMS, STOVIA, dan masih banyak lagi (Sekolah – sekolah ini berdiri sebagai wujud politik etis/politik balas budi bangsa Belanda terhadap Indonesia).
Kaum cendekiawan kemudian lahir. Tergeraklah hati mereka untuk membentuk berbagai organisasi pergerakan. Budi Utomo lahir sebagai organisasi gerakan pertama. Kemudian disusul dengan organisasi-organisasi lain baik organisasi yang bersifat politik kebangsaan, keagamaan, keadaerahan, maupun organisasi pergerakan kepemudaan.
Organisasi kepemudaan menjadi salah satu organisasi dengan jumlah yang besar dan tersebar di berbagai daerah. Beberapa diantaranya seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, dan lain –lain. Munculnya berbagai organisasi kepemudaan tersebut akhirnya mendorong pemikiran perlunya persatuan diantara mereka. Perjuangan yang awalnya masih bersifat separatif dan cenderung bergerak sendiri-sendiri akhirnya harus dipersatukan hingga mencapai suatu kesamaan visi.
Melalui Kongres Pemuda, yang dengan tujuannya yakni untuk menciptakan persatuan para pemuda Indonesia, menjadi solusi atas masalah tersebut. Tak hanya pemersatu, Kongres Pemuda juga diharapkan dapat mengatasi persoalan golongan mengenai perbedaan bahasa, budaya, maupun agama. Hingga akhirnya, di Kongres Pemuda 2 , Sumpah Pemuda lahir.
Tepat di tanggal 28 Oktober 2018, yang merupakan hari terakhir Kongres, Sumpah Pemuda diikrarkan. Terdiri dari 3 janji mulia, yakni :
1. Kami, putera dan puteri Indonesia, mengaku, bertanah air yang satu, tanah air Indonesia
2. Kami, putera dan puteri Indonesia, mengaku, berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
3. Kami, putera dan puteri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia
Suasana sungguh khidmat. Langit kota Jakarta dan gedung Katholieke Jongenlingen Bond pun menjadi saksi betapa semangatnya para pemuda dalam mengikrarkan sumpah yang dirumuskan oleh Muh. Yamin itu. Suasana menjadi semakin menyentuh saat dilantunkannya lagu Indonesia Raya serta dikibarkannya sang saka Merah Putih. Tak ada air mata yang tak menetes. Semuanya jatuh, tertumpah ruah dalam lautan merdunya irama lagu kebangsaan karya W.R. Supratman itu. Hari Sabtu kala itu menjadi hari yang begitu haru dan terkenang dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Peristiwa sumpah pemuda ini mensiratkan suatu makna yang amat penting. Bahwa sejatinya Sumpah Pemuda bukan hanya sekedar sumpah. Sumpah Pemuda bukan hanya sekedar ikrar. Dan Sumpah Pemuda bukan hanya sekedar janji. Sumpah Pemuda, telah mengajarkan pada kita mengenai arti kesatuan dan persatuan, identitas jati diri kita sebagai bangsa Indonesia.
Tak ada beda. Tak ada diskiriminasi. Semua sama. Bahwa sebelum menjadi suku Jawa, Bugis, Madura, Batak, dan lainnya, pada mulanya kita adalah Indonesia. Dan bahwa sebelum berbahasa Jawa, Bugis, Madura, Batak, dan lainnya, pada mulanya bahasa kita adalah bahasa Indonesia. Karena kita adalah sama. KITA SATU, KITA INDONESIA.
Referensi :
Praptanto, Eko, 2010. SEJARAH INDONESIA : Zaman Kebangkitan Nasional. Jakarta : Bina
Sumberdaya MIPA.
Praptanto, Eko, 2010. SEJARAH INDONESIA : Zaman Kemerdekaan dan Diplomasi
Mempertahankan Kemerdekaan. Jakarta : Bina Sumberdaya MIPA.
sumber gambar ideapers.com
Ditulis oleh :
Tety Widyaningrum, S.Si.
(Pengampu Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial)
Comments are closed.