Banyak Pesantren di Indonesia mewajibkan alumninya untuk mengabdi atau menjadi kader di almamater. Mereka yang sudah lulus tetap tinggal, untuk belajar lebih dalam ilmu agama dan juga pengelolaan pesantren.
Mengabdi adalah inggal lebih lama di pesantren meski sudah lulus. Durasi pengabdiannya beragam, dari hitungan bulan hingga tahunan. Bahkan sbagian peaantren menjadikan pengabdian s bagai salah satu syarat untuk pengambilan ijazah.
Meaki demikian tidak semua pesantren mewajibkan alumninya melakukan pengabdian. Pondok Pesantren Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta adalah salah satu yang tidak menerapkan kewajiban ini. Meski demikan, setiap tahunnya banyak alumni baik putra maupun putri memilih tinggal dipondok untuk membakikan diri di MBS. Kebanyakan dari mereka adalah alumni yang menunggu pengumuman tes kampus luar negeri khususnya dari Timur Tengah. Tetapi ada juga alumni yang telah kuliah di sejumlah kampus di yogyakarta. Mereka pergi kuliah dipagi hari dan kembali ke pondok keika sore untuk memenuhi tanggung jawab yang telah ditentukan dari konsekuensi pengabdan tersebut.
Kini, ada 20 alumni mengabdi di MBS. Salah satunya adalah Kahar, alumni angkatan pertama yang berasal dari Sengatta Selatan, Gunung Karet, Kalimantan Timur dan kini kuliah di Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)
Bagi Kahar, mengabdi adalah jalan untuk membalas budi kepada Muhammadiyah. Kahar sendiri bersekolah selama 4 tahun di MBS dan masuk melalui jalur takhassus. Dia memperoleh beasiswa penuh dari Muhammadiyah Kalimantan Timur. Karena itu, saat sekarang masih kuliah di Jogja dan belum pulang ke Kalimantan.
Kahar menajdikan MBS sebagai tempat ntuk membalas hutang budi kepada Muhammadiyah.
” Selain itu, saya berhutang budi kepada MBS karena 4tahun saya dididik disini dengan sangat baik. Untuk itu saya ingin membantu MBS yang kini santrinya semakin banyak, karena dibutuhkan sumber daya manusia yang cukup dalam mengelola pondok ini. Saya ingin membantu dengan apa yang saya bisa.” Kata kahar.
Sebagai kader Muhammadiyah dan bisa sekolah di Jogja juga karena Muhammadiyah, Kahar ingin mempelajari kurikulum, manajemen dan berbagai aspek pengelolaan pondok pesantren yang nantinya akan dia terapkan di Kalimantan.
Kahar sendiri diberi amanah sebagai kabag kema’hadan di MBS 2, dengan tanggung jawab mengurus semua hal yang berhubungan dengan kehidupan diasrama, organisasi santri, kegiatan santri sehari hari seperti adzan, kosakata bahasa, tahfidz dan belajar malam. Untuk melaksanakan amanah tersebut Kahar dibantu oleh 6 orang pembina lain, yang sebagian besarnya adalah alumni adik kelasnya.
Kahar mengaku, pilihan hidup didalam pondok pesantren juga didasari niat untuk menjaga diri dari pergaulan di luar yang lebih berkesan bebas. Dia mengaku hidup di pondok membuat sholat terjaga karena lingkungan yang sudah terkondisikan, seperti bangun untuk sholat tahajud, puasa senin dan kamis dan sholat lima waktu berjama’ah. “Itu sukanya tinggal di pondok dan hal itu akan sulit saya terapkan jika kos,” tambahnya.
Kahar yakin, aktivitas di pondok tidak akan menggangu proses kuliahnya. Sepanjang pagi hingga siang dia habiskan untuk kuliah dan mayoritas tugasnya dipondok ditunaikan pada malam hari. Kahar juga masih sempat aktif dikampus dan tergabung di IMM UMY. “Prinsipnya adalah pintar mengelola waktu.” Kata Kahar.
Menurut Kahar, Tanggung jawab yang dia emban didalam pondok menempa dirinya unutk menadi orang yang bisa bersikap dewasa ketika menghadapi permasalahan. “Selain itu, dengan menjadi pembina pondok saya masih berkesempatan belajar dari ustadz ustzda senior.”
Comments are closed.