Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak diberikan kepada orang yang bermaksiat

-Imam Syafi’i-

Sebuah ugkapan kata hati yang muncul dari seorang alim. Memberikan pencerahan kepada hati yang gelisah, sebagai obat bagi qolbu yang sakit, menjadi bengkel untuk jiwa yang rusak. Ilmu ibarat sang surya yang menyinari alam semesta.Ibarat bulan yang memberikan cahaya dalam gelapnya malam.

Itulah hakikat ilmu yang selama ini kita cari. Tak sedikit dari kita rela meninggalkan kampung halaman.Bahkan kita harus turun gunung untuk mengejar cahaya tersebut. Suatu keharusan bagi kita untuk melangkahkan kaki meniti jalan Ilahi.Bagaikan untaian kata hikmah: “tuntutlah ilmu sampai ke Negeri Cina”.Bukan berarti kita harus ke Cina, negeri yang syarat dengan kemajuannya, tetapi pesan yang tersirat dalam hikmah ini adalah pentingnya ilmu dalam kehidupan manusia.Ia akan selalu dikejar walaupun berada di tempat yang jauh.

Bercermin dara para ulama dahulu, mereka harus berkelana ke berbagai negara untuk memperdalam ilmu.Bagaimana gigihnya perjalanan imam Bukhari, sejak umur enam belas tahun, beliau merantau ke berbagai negara, yaitu di antaranya Khurasan, Bashrah, dan Kuffah, padahal beliau tinggal di Bukhara (Asia Tengah, di belahan timur Turkistan).

Langkah demi langkah yang ditempuh penuntut ilmu merupakan sebuah usaha untuk menjadi insan yang lebih mulia. Bukan hanya mulia di dunia, tetapi terlebih kemuliaan di akhirat kelak. Apakah kita bisa seperti imam Bukhari yang sanggup berkelana untuk menuntut ilmu? Apakah Allah memberi kesempatan kepada kita seperti memberi kesempatan kepada imam Bukhari?.

Allah ‘azza wa jallamemberikan kesempatan yang sama.Yang membedakan adalah kemauan kita. Jauh sebelum imam Bukhari, para sahabat Nabi yang pernah merasakan masa-masa jahiliyah.Mereka dengan ghiroh dan hamasah yang sangat tinggi mendatangi Nabi untuk meminta hikmah. Mereka yakin bahwa ilmu yang dibawa Muhammad akan mampu menerangi kehidupan mereka. Cahaya yang mampu menerangi alam semesta.

Rumah sahabat Abu Abdillah Al Arqam bin Abi Al Arqam (Darul Arqam) yang menjadi saksi bagaimana antusias para sahabat dalam belajar. Darul Arqam menjadi tempat yang sangat mulia, di mana Rasulullah shallahu alaihi wasallam mentarbiyah para sahabatnya. Setiap malam satu demi satu para sahabat keluar masuk rumah tersebut agar mendapatkan pelajaran dari Rasulullah. Inilah madrasah pertama dalam Islam dan sekaligus menjadi sejarah yang tak pernah terlupakan. Para Sahabat meyakini bahwa cahaya yang diwahyukan kepada Rasulullah akan menuntun mereka untuk berhijrah dari kegelapan kepada cahaya yang selalu bersinar.

Itulah yang dijadikan dasar niat kita dalam menuntut ilmu, karena ilmu adalah cahaya Allah.Maka kita harus selalu memohon agar cahaya itu menaungi dan menerangi kita. Kalau kita sudah berusaha dengan maksimal untuk mendapatkan cahaya Allah terebut.Tetapi kita sulit untuk mendapatkannya,maka kita harus bersabar dan terus berusaha, sembari mengevaluasi diri kita. Apakah ada yang salah dalam diri kita?. Imam Syafi’i berkata dalam sebuah syairnya:

Aku pernah mengadukan kepada Waki’

Tentang jeleknya hafalanku

Lalu beliau menunjukiku untuk meninggalkan maksiat

Beliau memberitahuan padaku bahwa ilmu adalah cahaya

Dan cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan  pada ahli maksiat

Mengapa sang Imam mengadu kepada gurunya Waki’ tentang buruknya hafalan beliau. Apakah kekuatan hafalan beliau lemah? Jawabannya tidak. Beliau mempunyai hafalan yang sungguh luar biasa.Beliau mampu menghafal Al Qur’an ketika berumur tujuh tahun.Hafal kitab Al Muwatho’ karya imam Malik ketika berumur sepuluh tahun, dan pada saat lima belas tahun beliau sudah menjadi mufti.

Tidak diragukan lagi kekuatan hafalan beliau. Akhirnya imam  Syafi’i merenung, dosa apa yang ia perbuat. Maka beliau teringat bahwa pernah suatu saat tanpa sengaja melihat mata kaki seorang wanita, lantas setelah itu beliau memalingkan wajahnya. Maka keluarlah syair di atas.

Kita bersyukur, Allah SWT melahirkan kita dalam keadaan mukmin.Atau paling tidak kita sudah mendapat kebebasan dalam meyakini sebuah agama.Walaupun tetap yang harus kita imani hanya Islam agama yang paling benar. Tetapi Bilal bin Rabbah harus siap dihukum dan disiksa oleh majikannya lantaran keyakinan yang ia miliki. Tidak hanya dicambuk, Umayyah dan algojonya meletakkan batu besar yang panas di punggung Bilal.Tetapi apa yang dilakukan Bilal sang muadzin itu? Ia hanya mengucapkan “Ahad…Ahad…”.Ia mengaanggap bahwa siksaan itu masih amat ringan dibandingkan dengan kecintaan kepada Allah dan perjuangan di jalan-Nya.Hingga pertolongan Allah pun tiba, Abu Bakar Ash Siddiq menebus Bilal dari Umayyah, walaupun harus dengan sembilan uqiyah emas.

Akhirnya semua perjuangan Bilal untuk mendapatkan cahaya itu tidak sia-sia. Allah memberi balasan seorang hamba sesuai apa yang ia perbuat. Dan itu terbukti pada saat Rasulullah melakukan Isro’ Mi’roj, beliau mendengar terompah Bilal telah berada di surga. Allaahu Akbar….!

Dengan bismillaahirrahmanirrohiimmari kita perbaiki kekurangan kita, jauhi segala maksiat, pemadam cahaya hati. Kita mencoba untuk meninggalkan virus yang menjangkiti diri ini. Banyak maksiat mendatangi kita,dan tanpa sadar kita enjoy dengan maksiat tersebut, atau bahkan menikmatinya, naudzubillah. Imam Syafi’i saja dengan tidak sengaja melihat aurat wanita dapat mempengaruhi hafalannya.Bagaimana dengan kita yang sering melakukanhalitu di sekitarkita.

Dosa kecil yang kita lakukan tidak pernah terasa.Mungkin bagaikan angin yang berlalu. Tetapi sesungguhnya ini menjadi titik awal hilangnya cahaya Allah dari diri kita.Apalagi kalau kita meremehkan dosa kecil tersebut, maka dosa tersebut akan menjadi besar di sisi Allah‘azza wajalla.

Seorang mukmin memandang dosa-dosanya seakan-akan ia duduk di bawah sebuah gunung yang ditakutkan akan jatuh menimpanya. Sementara orang fajir/pendosa memandang dosa-dosanya seperti seekor lalat yang lewat di atas hidungnya, ia cukup mengibaskan tangannya untuk mengusir lalat tersebut. (HR. Bukhari)

Sebagai orang tuakitasadarbahwamasa muda adalah masa yang identik dengan kesenangan, kebebasan dan foya-foya. Tetapi Islam memandang lain.Masa muda justru hendaknya digunakan untuk beribadah kepada Allah, danselalumendekatkandirikepada-Nya. Bukan berarti kita harus meninggalkan duniawi.Tetapi sebagai pemuda harus tahu koridor hukum yang ditentukan agama, agar umur kita selalu barokah.

Kehati-hatian dalam tindakan dan tuturkata harus senantiasa dibiasakan.Kalau memang harus berpikir seribu kali, maka berfikirlahsebanyakitu agar membuahkanhasil yang maksimal. Bukan berarti menjadi orang yang plin-plan.Tetapi agar tidak terjerumuskedalam dosa. Dalam tingkahlaku, Islam menekankan bagaimana kita memberikan kontribusi dan manfaat bagi setiap orang, karena sebaik-baik manusia adalah yang berguna bagi yang lain. Dalam tuturkata kita tidak boleh menyakiti orang lain, karena mulut kita adalah harimau kita.

Seorang muslim adalah apabila seorang muslim yang lain selamat dari lisannya dan tangannya.(HR. Bukhari)

Ibnul Qayyim Al Jauziyyah berkata bahwa dampak dari maksiat dan dosa yang kita perbuat,akan menghalangi dari ilmu yang haq.Karena ilmu merupakan cahaya yang dilemparkan ke dalam hati, sementara maksiat akan memadamkan cahaya.

Marilah kita raih cahaya Allah.Tanamkan cahaya itu di sanubari kita.Terangi diri kita, keluarga, masyarakat dan bangsa ini dengan nur Ilahi tersebut. Gapai segala cita, raih semua mimpi, tapaki hidup dengan hati yang diridhoi Ilahi.Dekatkan diri dengan lantunan kitab suci, dan jadikanlah Al Qur’an sebagai pedoman diri di setiap langkah.Telusuri segala jejak langkah dan ikuti gerak-gerik Rasulullah.Senantiasa bershalawat kepadanya, raih cinta hakikinya.Dengan luruskan niat bahwa apa kita kerjakan, ilmu yang kita cari hanya untuk mendapatkan ridho Allah ‘azza wajalla sebagai penerang kegelapan.

Hai ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang)  dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhoan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (QS. Al Maaidah : 15-16)

Allahummaj’al fii qolbii nuuron wa fii lisaanii nuuron

waj’al fii sam’ii nuuron waj’al fii bashorii nuuron

waj’al min kholfii nuuron wa min amaamii nuuron

wa min fauqii nuuron wa min tahtii nuuron

Allahumma a’thinii nuuron / Ya Allah jadikanlah cahaya di dalam hatiku

dan di lidahku, jadikanlah cahaya dalam pendengaranku,

jadikanlah cahaya dalam penglihatanku,

jadikanlah cahaya dari belakangku, jadikanlah cahaya dari depanku,

jadikanlah cahaya dari atasku, jadikanlah cahaya dari bawahku.

Ya Allah berilah aku cahaya.Amien.

2 replies

Comments are closed.