Gelaran Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2018 di Grand City Mall Surabaya, 11-15 Desember resmi dibuka. Acara tersebut dibuka Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Gubernur Bak Indonesia Perry Warjiyo, dan Gubernur Jawa Timur Soekarwo sekitar pukul 19.00 WIB.
Melalui ISEF ke-5 ini, BI ingin mendorong perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Dalam ISEF 2018 kali ini tema umum yang diangkat adalah “Memperkuat Ekonomi Nasional: Penciptaan Rantai Nilai Halal dan Inovatif”.Dalam memperkuat ekonomi dan keuangan syariah, kali ini BI menggandeng seluruh pesantren di Indonesia yang menjadi salah satu rantai nilai halal.
“BI bekerja sama dengan seluruh pondok pesantren di Indonesia yang merupakan salah satu rantai nilai halal,” kata Perry. Tema yang diangkat dalam speech Perry adalah “Fastabiqul Khairat melalui Pesantren sebagai Salah Satu Rantai Nilai Halal”.
MBS atau Muhammadiyah Boarding School Sleman Yogyakarta adalah salah satu pondok pesantren yang merupakan mitra dari Bank Indonesia juga turut serta hadir dalam gelaran tahunan ini. Sesuai tema yang diangkat, keikutsertaan MBS pada acara yang dihajat Bank Indonesia kali ini terasa sangat istimewa, pasalnya pada moment ISEF tahun ini BI memilih MBS menjadi Role Model untuk pengembangan ekonomi menuju kemandirian pesantren.
Diwakili Ustadz H.M. Nashirul Ahsan, Lc selaku manajer wakaf center menerima penghargaan dari BI. Sebelumnya beliau mempresentasikan unit-unit usaha yang dikelola oleh tim ekonomi MBS melalui wakaf centernya. Dalam presentasinya, ustadz Nashir mengawalinya dengan mengajak audiens untuk flash back ke zaman dahulu, dimana pesantren sejak zaman penjajahan Belanda sudah dikenal sebagai lembaga yang mandiri dan tidak pernah bergantung pada bantuan pemerintah. Namun, lanjut beliau, seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, kemandirian pesantren semakin berkurang. Melihat fenomena tersebut, ustadz yang juga pendiri MBS ini merasa gelisah. Kegelisahan beliau berlanjut ketika melihat umat Islam yang merupakan mayoritas justru terpuruk dibidang ekonominya. Umat Islam menurut ustadz Nashir masih menjadi obyek ekonomi dan belum bisa menjadi subyek ekonomi.
Ayah dari lima orang putra ini kembali memaparkan Pesantren selama ini termasuk yang kurang menggarap sektor ekonomi, sehingga masih minim pesantren yang mandiri di sektor ekonomi, terangnya. Kita harus jeli melihat setiap potensi yang ada di pesantren, terutama potensi santri yang merupakan pangsa pasar luar biasa. Menurut beliau, kebutuhan santri dalam beberapa hal lebih banyak daripada kebutuhan anak di luar pesantren. Beliau memberikan contoh, misalnya sepatu, sandal, peci, buku, kitab dan lain-lain. Selain santri, tambah beliau jamaah pengajian di masyarakat yang menjadi binaan pondok pesantren juga merupakan pangsa pasar yang potensial, tandasnya.
Untuk mewujudkan kemandirian pesantren sebagai penopang utama pembiayaan pondok pesantren sekaligus sarana dalam pengembangan ekonomi masyarakat serta memberikan sumbangsih kesejahteraan dan tunjangan bagi guru dan karyawan pondok pesantren, sekarang telah berdiri 13 unit usaha yang dikelola oleh Pondok MBS, diantaranya :
- Hasbuna Catering
- Hasbuna Bakery
- Hasbuna Resto
- Hasbuna Mina
- Hasbuna Grosir
- Hasbuna TokoMu
- Hasbuna Laundry
- Toko Bangunan Hasbuna
- Hasbuna Las
- Seragam dan Buku
- Hasbuna Water
- Hidroponik
- Homestay
Saat ini unit-unit usaha yang ada telah mampu menopang sebayak 60% kebutuhan oprasional Pondok, Insyaalah dengan keseriusan, kerja cerdas, dan tentunya kerja istiqomah unit-unit usaha yang dikelola MBS beberapa tahun kedepan dapat 100% menopang kebutuhan operasional pesantren dan ini adalah cita-cita kemandirian pesantren yang bisa kita wujudkan. (ElMoedarries)
Comments are closed.