Kecintaan dan ketaatan adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan. Tak ada cinta tanpa ketaatan, dan tak ada ketaatan tanpa pengorbanan. Pengorbanan yang telah dilakukan oleh seorang ayah untuk keluarganya merupakan wujud kecintaan dan ketaatan yang sejatinya ditujukan untuk Allah SWT. Karena sesungguhnya merupakan pangkal dari kecintaan dan ketaatan yang sempurna dari seorang hamba apabila kecintaan dan ketaatan kepada Allah SWT, Sang Maha Pencipta, sebagaimana firman Allah SWT:

لَن تّنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَىْءٍ فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيمُ {92}

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu memberikan (mengorbankan) apa yang kamu cintai.” (QS. Ali Imran [03]: 92)

Meski bahagia, tak bisa diingkari kalau kebanyakan ayah generasi milenial masih mengalami konflik antara keinginan untuk menjadi ayah yang lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga, dan keinginan untuk mengembangkan karir. Ayah generasi milenial pasti kerap bertanya di dalam hatinya: apakah aku bisa mencapai karir sekaligus punya waktu yang lebih banyak bersama keluarga?. Terkadang memang ayah generasi milenial berada dalam kondisi kebimbangan akut antara menjadi ayah tradisional yang menginginkan istrinya lebih sering di rumah dan mengurus pekerjaan domestik ataukah menjadi ayah egalitarian yang menganggap pekerjaan rumah tangga seharusnya dikerjakan bersama.

Nabi Ibrahim  sebagai bapaknya para Nabi, memberikan banyak sekali keteladanan dalam mendidik dan mengasuh anak. Para ayah bisa belajar banyak dari cara Nabi Ibrahim  mentarbiyah keluarganya, sehingga muncul banyak sekali nabi utusan Allah yang berasal dari keturunan Nabi Ibrahim u. Mulai dari Nabi Ismail  dan Nabi Ishaq , hingga berakhir pada Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut tentu bukan sekadar kebetulan, dan bukan pula sekadar keberuntungan. Namun, pasti ada peran yang sangat signifikan dari Nabi Ibrahim  sebagai pribadi yang hanif, dan seorang yang memiliki visi ke depan. Allah SWT telah menceritakan bagaimana kerasnya usaha nabi Ibrahim  dalam mewujudkan keluarga yang sukses. Nabi Ibrahim  sadar bahwa tiada daya dan kekuatan kecuali datang dari Allah. Kita bisa melihat nagaimana kekhusyuan nabi Ibrahim  dalam doa-doa panjangnya yang diabadikan dalam QS Ibrahim (14) ayat 37–41 yang artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS Ibrahim 14: 37).

 

KILAS BALIK KEHIDUPAN NABI IBRAHIM 

Nabi Ibrahim  memohon kepada Rabb-Nya agar dikaruniai anak keturunan yang baik. Beliau terus berdo’a siang dan malam, agar diberi anak yang shalih, sementara usia Beliau terus bertambah dan semakin tua. Sampai akhirnya Allah mengaruniakan beliau seorang anak laki-laki dari istri beliau yang bernama Hajar. Mendapat karunia yang diharapkan, nabi Ibrahim  sangat bersyukur kepada Allah dengan memberikan perhatian yang besar terhadap perkembangan anaknya. Nabi Ismail kecil tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan, yang disukai oleh semua orang. Terlebih kedua orangtuanya, Beliau menjadi tambahan hati bagi keduanya.

Namun Allah berkehendak lain kepada diri anak yang menyenangkan hati ini. Allah mewahyukan kepada Nabi Ibrahim  agar membawa anak tercinta dan ibunya Hajar hijrah ke Makkah. Mereka pun berangkat menuju Makkah dan tiba di Ka’bah, lalu Nabi  meninggalkan keduanya di tempat yang gersang itu.

Nabi Isma’il  kecil tinggal di tempat itu hanya berdua dengan ibunya, di sebuah lembah gersang tanpa pepohonan, tanpa bekal makanan dan minuman untuk menyambung hidup. Meski demikian, hati ibunda Isma’il tetap tenang, penuh dengan keimanan. Pasti ada hikmah yang dikehendaki oleh Allah dalam hal ini. Dia berkeyakinan Allah tidak akan menyia-nyiakan mereka berdua.

Ketika matahari pagi mulai bersinar dan panasnya semakin menyengat seiring perjalanan siang yang terus meninggi. Rasa haus mulai mendera, sementara tidak ada air untuk menghilangkan dahaga. Nabi Ismail pun mulai merasakan kehausan. Sebagai seorang ibu, Hajar berusaha mendapatkan air untuk menghilangkan rasa haus yang mendera putra tersayang. Beliau berlarian antara Shafa dan Marwa’ untuk mencari air, namun Beliau tidak mendapatkan air sedikitpun. Kegelisahan mulai menjalar di hati sang ibu. Dia kembali kepada anaknya dan mendapati anaknya terus menggerak-gerakkan kakinya sehingga membentuk sebuah lekukan. Subhanallah, dari sini kemudian muncullah air. Air ini dikumpulkan oleh Hajar seraya mengatakan, “Zamzami, zamzami!”. Sehingga mata air ini dikenal dengan air zamzam. Dari sinilah, muncul keyakinan bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan usaha hamba-Nya. Dari lembah yang gersang nan tandus tersebut, kehidupan keluarga nabi Ibrahim  dimulai dan lagi-lagi do’a nabi Ibrahim  dikabulkan oleh Allah.

Demikianlah kisah teladan dari Nabi Ibrahim, semoga kita semua sebagai orang tua mampu meneladaninya, dan pada akhirnya kita semua juga mampu melahirkan anak-anak yang shalih dan shalihah, berkualitas dan bermanfaat bagi manusia di sekitarnya. Dari kisah tersebut kita dapat memetik beberapa pelajaran dalam mencetak keluarga Ibrahim, yaitu:

  1. Mencari dan Membentuk Lingkungan Shalih

Bagi Nabi Ibrahim, representasi lingkungan yang shalih adalah Baitullah (rumah Allah), karenanya nabi Ibrahim  menempatkan istri dan anak-anaknya di dekat Ka’bah. Maka kita bisa merepresentasikannya dengan masjid. Pilihlah tempat tinggal yang dekat masjid, atau anak-anak diusahakan lebih sering ke masjid, mencintai masjid dan banyak beraktivitas di masjid. Bukankah salah satu golongan yang mendapat naungan Allah saat tidak ada lagi naungan adalah pemuda yang hatinya cenderung pada masjid.

Pada praktiknya kita menemui kendala dari sisi keteladanan, padahal belajar yang paling mudah bagi anak-anak adalah mencontoh. Jika ayah berangkat kerja ba’da Subuh dan tak sempat ke masjid, pulang ke rumah ba’da Isya, praktis anak tak melihat keteladanan shalat di masjid dari ayahnya. Kendala berikutnya adalah belum semua masjid ramah pada anak-anak. Umummya, pengurus masjid dan jamaah kurang suka melihat anak-anak karena khawatir terganggu kekhusu’annya. Umumnya, anak-anak tidak tertib selama di masjid. Karenanya, ayah harus berusaha seoptimal mungkin agar dirinya bisa menjadi teladan anak-anak dalam urusan shalat berjamaah di masjid.

  1. Mendidik Anak untuk Mendirikan Shalat

Nabi Ibrahim secara khusus berdoa dan memohon pada Allah SWT agar anak keturunannya tetap mendirikan shalat (QS Ibrahim 14: 40). Sementara pada QS Ibrahim 14: 37 juga terselip doa Ibrahim , istri dan anak keturunannya bisa mendirikan shalat dengan menempatkan mereka di Baitullah. Shalat merupakan salah satu pembeda antara umat Muhammad dengan umat lain.

Shalat juga merupakan kewajiban yang paling utama, mengingat Rasulullah SAW memberikan arahan pada umatnya tentang keharusan mempelajari shalat bagi anak-anak ketika memasuki usia 7 tahun: “Suruhlah anak shalat pada usia 7 tahun, dan pukullah bila tidak shalat pada usia 10 tahun.” Bahkan Nabi membolehkan memukul anak (dengan tidak bermaksud menyakitinya) pada usia 10 tahun jika tidak menunaikan shalat. Artinya, ada masa 3 tahun, bagi orangtua untuk mendidik anak-anaknya menunaikan shalat, waktu yang cukup untuk proses pendidikan.

  1. Mendidik Anak Agar Mampu Menjemput Rezki Allah

Nabi Ibrahim  memberinya bekal keterampilan hidup (life skill) dan keterampilan untuk hidup (skill to life) pada anak-anaknya agar mereka mampu berdiri secara mandiri dalam menjalani kehidupannya kelak. Selain itu, Nabi Ibrahim  juga mengajarkan anak-anaknya untuk bersyukur atas semua nikmat dan karunia yang diberikan Allah SWT pada kita (QS Ibrahim 14: 37).

  1. Mendidik Anak dengan Mempertebal Keimanan Agar Merasakan Kebersamaan dan Pengawasan Allah SWT

Dalam hal ini Nabi Ibrahim berdoa secara khusus pada Allah SWT agar ia dan keluarganya benar-benar bisa merasakan kehadiran, kebersamaan dan pengawasan Rabb Yang Maha Perkasa. “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami lahirkan; dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit.”  (QS Ibrahim 14: 38).

  1. Mendidik Anak Bersosialisasi dan Bergaul dengan Banyak Kalangan

Rasulullah SAW bersabda: “Berinteraksilah dengan manusia dengan akhlaq yang baik.” (HR Bukhari). Agar anak-anak memiliki akhlak yang baik, sering-seringlah menceritakan tentang keteladanan nabi Ibrahim  agar muncul kebanggaan dan kekaguman terhadap sikap nabi Ibrahim , yang pada gilirannya akan menjadikannya sebagai teladan.

  1. Mendidik Anak untuk Menghormati dan Mendoakan Orangtua

Selain itu juga perlu diajarkan untuk mendidik  anak agar peduli, memperhatikan dan mendoakan kerabat serta orang lain yang berjasa. Termasuk mendoakan sesama orang-orang beriman baik yang masih hidup maupun yang telah mendahuluinya. “Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat),”  (QS Ibrahim 14: 41).

KIAT-KIAT MENDIDIK ANAK DALAM TELADAN NABI IBRAHIM   

Dalam mendidik anak, nabi Ibrahim  bukan saja berfikir bagaimana kehidupan anak keturunannya esok hari di dunia, namun beliau juga telah memikirkan bagaimana kehidupan anak keturunannya di akhirat kelak. Walaupun beliau lahir dari seorang ayah penyembah berhala, namun memiliki ketauhidan yang sangat kuat. Beberapa tahapan dalam mendidik anak berdasarkan kisah keteladanan nabi Ibrahim  diantaranya:

  1. Modal dasar mendidik anak

Allah SWT berpesan kepada seluruh orang tua agar tidak meninggalkan anak-anak yang lemah, dan modal utama untuk itu adalah bertaqwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar. Selain itu ketaatan orang tua kepada Allah SWT juga menjadi modal dasar dalam mendidik anak. Sebab ketaatan kepada Allah akan menuntun kita menjadi orang tua yang senantiasa berusaha melakukan hal terbaik bagi anak-anak kita, menghindarkan hal-hal maksiat, dan selalu berusaha berkata benar atau jujur, sehingga anak akan mengikuti perilaku orang tuanya dengan sendirinya. Nabi Ibrahim  dikenal sebagai seorang yang sangat patuh kepada Allah, hal ini dijelaskan dalam Al Qur’an, Surat Al Baqarah ayat 131:

إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمُ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ {131}

“Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: “Tunduk patuhlah!” Ibrahim  menjawab: “Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam”

  1. Proses Mendidik Anak

Nabi Ibrahim u telah memulai pendidikan anak, jauh sebelum anak-anak itu lahir. Hal tersebut tercermin dari doa-doa yang selalu dilantunkan dalam permohonannya kepada Allah SWT :

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ {100}

“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shaleh” (QS. Ash-Shaffat (37):100).

Sebuah permohonan yang tulus dan tak pernah henti, dikala usia sudah mulai uzur dan belum nampak adanya tanda-tanda lahirnya seorang anak, beliau terus berdoa, agar dianugerahkan kepadanya anak yang shaleh. Maka kemudian Allah memberinya kabar gembira berupa lahirnya seorang anak:

فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلاَمٍ حَلِيمٍ {101}

“Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang sabar” (QS. Ash-Shaffat (37):101).

  1. Metode mendidik Anak

Nabi Ibrahim  betul-betul mempersiapkan keturunan yang shalih, yang taat kepada Allah, dan jauh dari syirik. Beliau juga melibatkan putranya dalam membangun peradaban, dan beramal shalih. Kemudian Nabi Ibrahim  mewasiatkan kepada putranya, agar tetap tunduk patuh kepada Allah. Nabi Ibrahim menerapkan metode pendidikan yang demokratis, tidak sewenang-wenang sebagai seorang ayah. Setelah beliau tanamkan keimanan dan ketaqwaan yang kuat kepada Allah, beliaupun meminta pendapat putranya untuk urusan yang berkaitan dengannya walau itu untuk sebuah ketaatan kepada Allah SWT. Disamping itu, kerjasama yang baik antara suami istri juga dibina dengan sangat indah, sehingga Hajar sebagai istri sekaligus sebagai ibu, berperan aktif dan berjalan seiring sejalan dengan Nabi Ibrahim  dalam mendidik anak.

  1. Hasil Pendidikan

Dari seorang ayah yang sangat taat kepada Allah, yang senantiasa tunduk patuh kepada-Nya walaupun ujian demi ujian yang sangat berat bahkan tidak masuk logika, dan dengan visi dan metode pendidikan yang baik, disertai doa-doa yang tak pernah putus kepada Allah SWT, lahirlah keturunan yang sangat berkualitas. Menjadi suri tauladan bagi semua umat manusia, dan menjadi pemimpin. Bahkan dari keturunan Nabi Ibrahim  inilah, lahir dan diutus Nabi-nabi yang berikutnya. Allah SWT janjikan kepada Ibrahim   menjadi imam bagi seluruh umat manusia:

وَإِذ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبَّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِن ذُرِّيَتِي قَالَ لاَ يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ {124}

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim  diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim  menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim   berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang dzalim”(QS. Al Baqarah (2):124).

 

KESIMPULAN

Sebuah anjuran Rasulullah kepada umatnya untuk memiliki anak keturunan. Lahirnya buah hati seorang anak bukan saja penantian kedua orang tuanya, tetapi suatu hal yang menjadi harapan dan kebanggaan Rasulullah karena tentu saja anak yang dinantikan akan menjadi umatnya nabi Muhammad. Berarti, ada satu amanah yang dipikul oleh kedua orang tua, yaitu bagaimana mendidik atau mentarbiyah anak menjadi bagian dari perjuangan umat nabi Muhammad. Untuk mentarbiyah anak yang akan menjadi bagian dari Umat nabi Muhammad maka kita bisa mengambil dari keteladan Nabi Ibrahim  dalam mendidik anak, yang Allah ceritakan dari isi doanya Nabi Ibrahim dalam surat Ibrahim  berikut ini: “Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Aku Telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur”. “Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami lahirkan; dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit.

Ditulis oleh : Ustadz

Adi Haironi M.Pd.I

Staff pengajar PPM MBS Yogyakarta

 

1 reply

Comments are closed.