Salah satu kesempurnaan nama dan sifat Allah adalah maha pemaaf (al ‘afuw), yang mana Allah senantiasa memaafkan dan mengampuni setiap kesalahan hamba-Nya. Allah sangat gembira apabila ada seorang hamba yang ingin meminta maaf dan bertaubat kepada-Nya, sehingga Allah akan memaafkan setiap dosa dan kesalahan hamba apabila mau bertaubat. Termasuk didalam kesempurnaan sifat pemaaf bagi Allah adalah apabila seorang hamba yang menzalimi dirinya sendiri kemudian ia bertaubat dan kembali kepad-Nya dengan penuh keikhlasan, maka niscaya Allah akan mengampuni seluruh dosanya dan menghapus dosa dan kesalahan yang telah diperbuatnya.
Berbuat kesalahan merupakan tabiat manusia yang sulit dihilangkan, berbuat kesalahan bukanlah akhir dari segalanya, dalam perjalanan hidup pasti kita pernah melakukan sebuah kesalahan, maka janganlah berputus asa walaupun dosa atau kesalahan itu amatlah besar. Dalam menghadapi kesalahan tidak sedikit seseorang yang putus asa, depresi, bahkan sampai berani untuk mengakhiri hidupnya. Dari sinilah kita akan mentadaburi dan mengupas salah satu nama dan sifat Allah yang mulia yaitu Al ‘Afuw (maha pemaaf). Semoga kita dapat menghadapi berbagai masalah dan berbuat kesalahan dengan jiwa yang teduh dan tenang, bahkan kita dapat menyambutnya dengan senyum jika kita telah memahami salah satu sifat Allah yang mulia ini.
MEMAHAMI MAKNA KATA AL ‘AFUW
Kata al ‘Afuw berasal dari kata dasar ‘Afaa, kemudian dengan menggunakan wazan fa’ul berubah menjadi al-Afwu (memaafkan) yang berarti memaafkan perbuatan dosa dan tidak menghukumnya, berasal dari akar maknanya menghapus dan menghilangkan.[1]
Maka kita memahami kata al ‘Afuw adalah pemaafan dan pengampunan Allah atas dosa-dosa makhluk-Nya, serta tidak memberikan siksaan kepada seseorang yang seharusnya pantas mendapatkannya. Syaikh Abdurrahman As-Sa’di berkata ketika menafsirkan firman Allah dalam Q.S Al Hajj : 60 yang berbunyi :
ذَلِكَ وَمَنْ عَاقَبَ بِمِثْلِ مَاعُوقِبَ بِهِ ثُمَّ بُغِيَ عَلَيْهِ لَيَنصُرَنَّهُ اللهُ إِنَّ اللهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ
Artinya: “Demikianlah, dan barangsiapa membalas seimbang dengan penganiayaan yang pernah ia derita kemudian ia dianiaya (lagi), pasti Allah akan menolongnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun”. (QS.Al-Hajj/ 22 : 60)
Beliau berkata: “Dia (Allah) yang maha memaafkan orang-orang yang berbuat dosa dengan tidak menyegerakan siksaan bagi mereka, serta mengampuni dosa-dosa mereka. Inilah sifat Allah yang tetap dan terus ada pada Dzat-Nya, dan inilah perlakuan-Nya kepada hamba-hamba-Nya disetiap waktu, (yaitu) dengan pemafaan dan pengampunan…”. [2]
Padahal semestinya perbuatan dosa dan maksiat yang dilakukan manusia menjadikan mereka ditimpa berbagai siksaan, akan tetapi sifat pemaaf dan pengampunan-Nya menghalangi siksaan tersebut. Allah berfirman :
وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللهَ النَّاسَ بِمَا كَسَبُوا مَاتَرَكَ عَلَى ظَهْرِهَا مِن دَآبَّةٍ وَلَكِن يُؤَخِّرُهُمْ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمَّى فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ فَإِنَّ اللهَ كَانَ بِعِبَادِهِ بَصِيرًا
Artinya: “Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang melatapun akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; maka apabila datang ajal mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya. (QS. Fathir/ 35 : 45)
PENJABARAN SIFAT ALLAH AL-AFUW (MAHA MEMAAFKAN)
Memaafkan dari Allah bagi hamba-hamba-Nya dapat kita klasifikasikan menjadi dua bentuk:
- Pertama: pemaafan dan pengampunan dari Allah yang bersifat umum bagi semua orang yang berbuat maksiat, dari kalangan orang-orang kafir maupun muslim sekalipun. Pemaafan ini dengan Allah tidak menimpakan siksaan walaupun telah nampak sebab-sebabnya, seperti halnya seseorang yang terang-terangan menentang Allah dengan mencela-Nya, menyekutukan-Nya dan melakukan berbagai macam penyimpangan lainnya. Meskipun demikian, Allah tetap memaafkannya (menangguhkan siksaan-Nya), memberikan rezekinya dan menganugerahkan kepadanya berbagai macam kenikmatan, baik lahir maupun bathin.
- Kedua: pemaafan dan pengampunan dari Allah yang bersifat khusus bagi orang-orang yang bertaubat, meminta ampun, berdoa dan menghambakan diri kepada-Nya, demikian pula orang-orang yang mengharapkan rahmat-Nya. Semua orang yang bertaubat kepada-Nya dengan taubat nashuha, maka Allah akan mengampuni dosa apapun yang dilakukannya, baik berupa kekafiran, kefasikan maupun kemaksiatan lainnya. Karena semua dosa tersebut termasuk dalam keumuman firman Allah dalam Q.S Az-Zumar / 39 : 53) :
قُلْ يَاعِبَادِي الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لاَتَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Artinya: “Katakanlah:”Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allah.Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Az-Zumar/ 39 : 53)[3]
Maka diantara bentuk pemaafan dan pengampunan-Nya adalah rahmat-Nya bagi umat Islam dengan mensyariatkan bersuci dengan tanah (debu) sebagai pengganti air ketika tidak mampu menggunakan air, dengan syariat tayamum Allah telah memberikan kita pemaafan dan ampunan-Nya. Dan di antara pemaafan dan pengampunan-Nya adalah Allah membukakan pintu taubat bagi orang-orang yang berbuat dosa, bahkan Allah menjanjikan pengampunan bagi seluruh dosa-dosa mereka.
Diantara pemaafan dan pengampunan Allah adalah bahwa seandainya seorang mukmin datang menghadap-Nya di akhirat nanti dengan membawa dosa sepenuh bumi dan dia tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun, maka Allah akan memberikan pengampunan sepenuh bumi pula. Dilain pihak kita dianjurkan untuk mengiringi setiap langkah kita dengan perbuatan baik dan amalan shaleh yang mampu menghapuskan perbuatan buruk dan dosa. Allah berfirman :
وَأَقِمِ الصَّلاَةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِّنَ الَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ
Artinya: “Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat”. (QS. Huud/ 11:114)
Rasulullah _Shalallahu alaihi Wasallam_ juga bersabda : “Iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya perbuatan baik itu akan menghapuskan perbuatan buruk. (H.R at-Tirmidzi no. 1987 dan Ahmad 5/ 153)
Demikian pula bentuk pemaafan Allah adalah sebesar apapun musibah yang menimpa seorang hamba, baik berupa ujian anak maupun harta. Itu semua akan menghapuskan dosa-dosanya, apabila hamba tersebut bersikap sabar dan ridha terhadap takdir Allah atas dirinya. Diantara bentuk pemaafan lainnya adalah meskipun hamba-Nya selalu menentang perintah Allah dengan melakukan berbagai macam maksiat dan dosa, tetapi Allah selalu berlaku lembut dan memberikan maaf kepadanya, kemudian Allah melapangkan dada hamba-Nya untuk bertaubat kepada-Nya, dan Allah akan menerima taubat seorang hamba.
KESIMPULAN
Memahami nama dan sifat Allah yang maha agung merupakan pintu utama untuk mencapai kedudukan yang tinggi disisi-Nya. Khususnya jika setelah memahaminya dengan baik, setelah itu kita berusaha merealisasikannya kandungan dan konsekuensi yang terkandung didalamnya, yaitu dengan beristighfar dan selalu bertaubat dengan mengharap ampunan Allah dan tidak berputus asa dari rahmat-Nya. Syaikh Abdurrahman As-Sa’di juga menafsirkan sifat pemaaf (dalam Q.S An-Nisa: 43) bahwa Allah memiliki banyak pemaafan dan pengampunan bagi hamba-hamba-Nya dengan memudahkan dan meringankan syariat-Nya bagi kaum muslimin.
Maka sungguh pintu maaf dan ampunan Allah senantiasa terbuka lebar, selagi hamba tersebut mau bertaubat dan memperbaiki keadaannya. Semoga Allah senantiasa memberikan kita limpahan ampunan dan memaafkan setiap kesalahan yang kita perbuat baik disengaja maupun tidak disengaja, sesungguhnya Allah maha pemaaf dan maha pengampun. (doc. El Moedarries )
[1]Mu’jam Maqayisil Lughah 4/45
[2]Taisir Karimir Rahman hlm.388
[3]Lihat kitab Fiqhul Asmaul Husna hlm. 143
Ditulis oleh : Ustadz Adi Haironi M.Pd.I (Staff pengajar PPM MBS Yogyakarta)
Comments are closed.